
KARAWANG, RAKA – Harga berbagai jenis sayuran di sejumlah pasar tradisional Karawang mengalami lonjakan tajam, bahkan hingga dua kali lipat.
Fenomena ini diduga kuat sebagai dampak dari kebijakan pengetatan Over Dimension Over Loading (ODOL) yang sempat memicu aksi demonstrasi besar-besaran para sopir truk beberapa waktu lalu.
Baca Juga : Bupati Larang Mobil Damkar untuk Acara Kelulusan
Deden (50), seorang pedagang sayuran di Pasar Tuparev Karawang, mengungkapkan bahwa lonjakan harga mulai terasa saat pasokan dari daerah sentra pertanian tersendat akibat gangguan distribusi selama aksi protes berlangsung.
“Semua jenis sayuran naik, rata-rata 70 persen. Tapi ada juga yang melonjak sampai 100 persen lebih. Contohnya bawang daun, biasanya saya kulakan Rp15.000 per ikat, kemarin sempat tembus Rp50.000. Cabe, bawang merah, bawang putih juga ikut naik drastis,” ungkap Deden saat ditemui di lapaknya, Selasa (24/6).
Menurutnya, kondisi ini diperparah oleh keterbatasan stok di pasar karena kendaraan pengangkut bahan pangan dari wilayah pertanian seperti Garut, Bandung Selatan, dan Pangalengan mengalami hambatan operasional.
“Truk-truk yang biasa membawa sayuran tidak bisa beroperasi maksimal akibat pembatasan ODOL dan aksi blokade jalan oleh para sopir,” kata Deden
Tonton Juga : KI NARTOSABDO, SANG PEMBAHARU
Meski saat ini kondisi distribusi mulai membaik seiring meredanya aksi unjuk rasa, Deden menyebut harga-harga belum sepenuhnya pulih.
“Baru turun sekitar 30 sampai 40 persen. Tapi belum kembali seperti semula. Konsumen juga jadi mikir dua kali untuk belanja. Daya beli mereka jelas menurun,” tambahnya.
Deden berharap pemerintah daerah dan pusat lebih bijak dalam menerapkan aturan ODOL, terutama pada sektor-sektor krusial seperti distribusi pangan.
Ia menilai, pelaksanaan kebijakan ini semestinya mempertimbangkan dampak sosial-ekonomi terhadap masyarakat kecil.
“Kalau boleh usul, kebijakan ODOL jangan langsung diberlakukan tanpa solusi. Karena dampaknya ke semua, terutama pedagang kecil seperti saya dan masyarakat bawah yang sehari-hari butuh sayuran. Kalau harga tinggi, orang-orang jadi banyak yang ngurangin belanja. Kami pun jadi susah jualan,” keluhnya.
Senada dengan Deden, Ny Siti (43), pedagang sayur di Pasar Johar Karawang, juga mengaku kewalahan menghadapi kondisi harga yang tidak stabil. Ia menyebut belakangan ini omzetnya menurun karena banyak pelanggan memilih mengurangi belanja harian.
“Dulu jam segini saya udah banyak yang habis. Sekarang masih numpuk. Pembeli berkurang. Harga naik, sayur gampang layu, kita juga rugi. Kaya kangkung, bayam, itu yang biasanya Rp3.000, sempat naik jadi Rp6.000 per ikat. Sekarang turun dikit, tapi belum normal,” ujar Yayah.
Yayah juga mengeluhkan belum adanya kejelasan dari pemerintah daerah terkait penanganan dampak kebijakan ODOL terhadap distribusi pangan. Ia berharap ada solusi konkret agar distribusi bahan pokok tetap lancar, tanpa harus mengorbankan pedagang dan konsumen.
“Kalau memang aturan ODOL mau dijalankan, tolong dikasih jalur khusus untuk distribusi pangan, atau solusi lainnya. Jangan semua kena imbas. Kita pedagang kecil, gak kuat kalau harga terus begini,” tegasnya.
Sebelumnya diberitakan media massa, kebijakan ODOL sendiri diberlakukan oleh pemerintah untuk menertibkan kendaraan angkutan barang yang melebihi kapasitas muatan demi menjaga keselamatan dan infrastruktur jalan.
Namun implementasinya masih menuai pro dan kontra, terutama dari pelaku usaha di sektor pangan yang sangat tergantung pada kelancaran distribusi. (uty)