
KARAWANG,RAKA – Ratusan warga Kampung Kiarajaya, RT 12 dan RT 13, RW 07, Desa Margamulya, Kecamatan Telukjambe Barat, Kabupaten Karawang, masih hidup dalam kondisi memprihatinkan, 20 tahun kekeringan. Warga belakang kawasan KIIC kekurangan air bersih.
Ketua RT 12 Kampung Kiarajaya, Siti Fadilah, mengatakan bahwa sebanyak 300 kepala keluarga dengan sekitar 500 jiwa bergantung pada satu-satunya sumber air bersih berupa sumur yang letaknya berdampingan dengan area pemakaman umum. “Kita ada sekitar 200 rumah, 300 KK, dan 500 orang.
Baca Juga : Sekda Lantik 36 Pejabat Tinggi Pratama
Setiap hari warga harus antri air di sumur satu-satunya yang berada di tempat pemakaman umum. Untuk mendapatkan air, harus ngantri sampai setengah jam lebih,” ujarnya sambil menahan tangis, Jumat (27/6).
Selain mengandalkan sumur tersebut, warga juga menampung air hujan saat musim penghujan. Namun, hal itu justru menimbulkan persoalan baru munculnya jentik nyamuk yang memicu penyakit demam berdarah dengue (DBD).
“Kemarin saja satu keluarga kami, enam orang, kena DBD. Jelas saja, air hujan jadi tempat berkembang biak jentik,” ungkap Siti.
Tonton Juga : LIR ILIR, WARISAN SUNAN KALIJAGA
Untuk kebutuhan konsumsi seperti memasak dan minum, warga terpaksa membeli air galon. “Dalam sebulan, satu keluarga bisa menghabiskan dana lebih dari Rp500 ribu hanya untuk air bersih,” kata Siti.
Keluhan demi keluhan telah disampaikan warga sejak lama. Bahkan, pada 27 Maret 2025 lalu, saat Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi melakukan kunjungan ke Area Aspirasi KIIC dalam agenda pembentukan Satgas Premanisme, Siti mengaku sempat menyampaikan langsung kondisi krisis air kepada sang gubernur.
“Waktu itu saya mohon ke Kang Dedi, beliau janji satu bulan akan mengalirkan air bersih. Tapi sekarang sudah tiga bulan berlalu, belum juga ada aliran air,” ujarnya kecewa.
Menurut Siti, hingga saat ini belum ada tindakan konkret dari Pemkab Karawang maupun Pemerintah Provinsi Jawa Barat. “Dari bupati belum pernah ada yang datang, dari provinsi pun tidak pernah ada kunjungan. Kami hanya bisa berharap dan terus menunggu,” tambahnya.
Pernyataan Dedi Mulyadi kala itu sempat memberi harapan. Dalam sebuah video, ia mengusulkan agar masyarakat sekitar KIIC bisa mendapatkan akses air bersih dari Tarum Barat, dan perusahaan di kawasan industri turut berkontribusi melalui program Corporate Social Responsibility (CSR).
“Maksud saya, bisa nggak masyarakat mendapatkan akses air yang dikelola Tarum Barat? Itu bagian dari kepedulian kawasan industri terhadap masyarakat sekitar,” ucap Dedi di hadapan pihak manajemen KIIC pada 27 Maret 2025 lalu.
Pihak KIIC pun sempat menjanjikan akan membangun saluran pipa air menuju Desa Kiarajaya. Namun, hingga kini, janji itu belum terealisasi. Pada Jumat (27/6), warga kembali berkumpul di sekitar sumur untuk mengambil air sambil berteriak menagih janji. Mereka berharap, jeritan selama dua dekade ini bisa didengar.
Cayem (52), warga lainnya, mengungkapkan bahwa belum pernah sekalipun ada bantuan air bersih dari pemerintah, termasuk dari BPBD Karawang.
“Kalau pas kering, kita beli dari tangki air kawasan. Harganya Rp50 ribu per tong isi 1.000 liter, itu pun cuma cukup buat 3 hari,” katanya.
Kini, warga Kiarajaya hanya meminta satu hal yakni keadilan dalam akses air bersih, sebuah kebutuhan dasar yang semestinya bukan menjadi barang mewah di negeri yang kaya akan sumber daya air ini.(uty)