
KARAWANG,RAKA – Setelah diselesaikan dengan cara kekeluargaan beberapa waktu lalu, kasus asusila guru ngaji di Majalaya diungkap lagi. Tim kuasa hukum korban menyebut Kapolsek Majalaya dan Humas Polres Karawang tidak berpihak pada korban.
Ketua Tim Kuasa Hukum korban, Dr. M. Gary Gagarin Akbar, menyatakan bahwa pernyataan Kapolsek Majalaya yang menyebut “tidak ada unsur pidana” dalam kasus tersebut telah melampaui kewenangan dan tidak sesuai dengan prinsip due process of law.
Baca Juga : 20 Tahun Kekeringan
“Pernyataan tersebut tidak Pro Justicia karena belum melalui proses hukum yang sah sebagaimana diatur dalam KUHAP dan Perkapolri Nomor 6 Tahun 2019 tentang Penyidikan Tindak Pidana,” tegas Gary dalam pernyataan resminya, Sabtu (29/6).
Ia menilai sikap kepolisian, khususnya pernyataan bahwa peristiwa itu terjadi atas dasar suka sama suka, sangat keliru dan tidak objektif. Apalagi, menurut Gary, korban mengalami trauma berat hingga berniat berhenti kuliah dan kini tengah menjalani pendampingan psikologis di bawah P2TP2A.
“Informasi bahwa korban dan pelaku sebelumnya pernah berhubungan di hotel adalah fitnah yang keji. Klien kami menegaskan hal itu tidak benar. Justru ia mengalami ketakutan mendalam dan tekanan dari berbagai pihak setelah kejadian,” ujarnya.
Gary juga mengkritik keras pernyataan Kapolsek Majalaya yang sempat menyebut “kami ini sudah capek ngurus masyarakat”. Baginya, ucapan tersebut mencederai semangat pelayanan publik dan melukai kepercayaan masyarakat terhadap institusi kepolisian.
“Pernyataan semacam itu tidak pantas diucapkan oleh seorang pejabat publik, apalagi dari institusi yang tugas utamanya adalah melindungi, mengayomi, dan melayani masyarakat,” tegasnya.
Tak kalah penting, tim kuasa hukum juga membantah pernyataan Humas Polres Karawang, Ipda Cep Wildan, yang menyebut Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) tidak dapat menangani kasus ini karena korban telah dewasa.
“Unit PPA tidak hanya menangani anak-anak, tapi juga perempuan dewasa korban kekerasan seksual. Ini menunjukkan kurangnya pemahaman dalam struktur internal aparat sendiri,” kata Gary.
Gary menyebut pihaknya telah mengirimkan surat resmi kepada Kapolres Karawang untuk meminta audiensi serta kejelasan status hukum kasus tersebut. Jika tidak mendapat respons, ia menegaskan akan melanjutkan perjuangan ke tingkat lebih tinggi.
Tonton Juga : PERSIB BANDUNG, KLUB TERKAYA DI INDONESIA
“Kalau tidak ditangani oleh Polres, kami akan teruskan ke Polda Jawa Barat, Bareskrim Polri, Komnas Perempuan, hingga Komnas HAM. Kami tidak akan diam karena ini bukan hanya perjuangan untuk NA, tapi juga untuk semua perempuan korban kekerasan seksual,” tegasnya.
Gary menambahkan, kasus ini seharusnya menjadi perhatian serius karena ada informasi bahwa pelaku diduga juga pernah melakukan kekerasan serupa kepada pihak lain yang belum berani melapor.
Tonton Juga : EVA ARNAZ, KINI HIJRAH
“Kalau ini tidak ditindak secara transparan dan profesional, bukan tidak mungkin akan ada korban-korban berikutnya. Inilah mengapa kami anggap penting menyuarakan ini secara terbuka,” pungkas Gary.
Sebelumnya, diberitakan oleh tim redaksk Radar Karawang, kasus dugaan asusila ini terjadi pada 9 April 2025, saat pelaku diduga menyelinap masuk ke rumah nenek korban dan melakukan perbuatan bejat tersebut dalam kondisi rumah sepi. Aksi itu sempat dipergoki sang nenek dan warga, dan pelaku langsung diamankan ke Polsek Majalaya.
Namun, alih-alih diproses hukum, kasus ini justru dimediasi oleh Polsek bersama tokoh masyarakat dan menghasilkan surat damai antarpihak. Bahkan korban sempat ditekan agar menikah dengan pelaku demi menjaga nama baik kampung. Sejak itu, korban dan keluarganya mengalami berbagai bentuk tekanan, termasuk intimidasi dan teror berupa pelemparan batu ke rumah mereka. (uty)