Ketua PGRI: Jual Buku LKS Saja Heboh
KARAWANG, RAKA – Ketua Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Kabupaten Karawang Nandang Mulyana mengaku miris dengan adanya aduan wali murid kepada Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga terkait dugaan jual beli buku LKS.
Nandang mengaku prihatin, karena uang Rp5 ribu setiap bulan dan pembelian LKS seharga Rp13 ribu, kepala sekolah dilaporkan ke Disdikpora. Padahal, jika melihat peraturan dan perundang-undangan, pendidikan menjadi tanggung jawab pemerintah, orang tua dan masyarakat.
Menurutnya, peran pemerintah sesuai dengan kewenangan dan kemampuanya sudah sangat maksimal melakukan berbagai upaya perbaikan pendidikan. Baik itu regulasi maupun pendanaan pendidikan walau masih ada kekurangan. Tanggung jawab orang tuapun sangat begitu penting berperan aktif ikut memiliki tanggung jawab pendidikan.
Hanya gara-gara iuran kata Nandang, lapor sana lapor sini. Padahal ongkos ojek ke Disdikpora saja bolak-balik mungkin bisa lebih Rp50 ribu. Padahal untuk beli pulsa HP saja dirinya yakin lebih dari Rp50 ribu tiap bulan. Apalagi kalau merokok, mungkin bila dikalikan tiap bulan bisa mencapai ratusan ribu. Dari pada begitu kan bisa beli buku dan menyumbang sebenarnya. “Tetapi ini lain. Apakah faktor memang ortu yang memang betul-betul tidak punya alias miskin? Tapi apakah faktor kesadaran yang masih rendah? Tinggal tanya diri kita masing masing,” tuturnya.
Menurut Nandang, buku merupakan salah satu penunjang kesuksesan pembelajaran dan membantu siswa maupun guru di kelas. Kalau mau pinter, ya beli buku. Di negera maju katanya, satu mata pelajaran mesti di dukung 9 sumber mata pelajaran. “Kita cuma beli satu saja ribut menghebohkan dunia. Masyarakatpun mestinya tidak ikut larut menghakimi guru cuma gara-gara LKS. LKS itu menurut saya perlu untuk mempercepet kegiatan belajar mengajar,” ucapnya.
Solusi persoalan LKS, tambah Nandang, sekolah jangan memaksakan pada siswa untuk beli LKS. “Solusinya, bagi yang mau beli LKS silahkan sebagai upaya membantu pembelajaran, bagi yang tidak mau jangan dipaksa,” ujarnya.
Sementara itu, salah seorang orangtua siswa SDN Adiarsa Timur II Dwi Indah menuturkan, sebetulnya dia tidak mempersoalkan harga buku, tapi cara guru dalam meminta siswa membeli buku. “Saya disalahkan. Yang saya masalahkan kan caranya, bukan nominalnya,” singkatnya.
Secara terpisah, Koorkab Garuda Masa Depan Karawang Yogi Anggriawan mengatakan, Disdikpora Kabupaten Karawang seharusnya lebih tegas dalam menindaklanjuti permasalahan-permasalahan dunia pendidikan. Baik mengenai pungutan, penjualan LKS dan segudang permaslahan pendidikan lain yang ada di Karawang.
Penjualan LKS, kata Yogi, merupakan permasalahan klasik dalam dunia pendidikan Karawang yang selalu muncul setiap tahunnya. Menurutnya perlu ada tindakan tegas dari dinas terkait untuk memberikan sanksi terhadap sekolah yang melakukan praktik penjualan LKS itu. “Perlu ada ketegasan dari pemerintah daerah dalam hal ini dinas pendidikan untuk mengatasi masalah tersebut,” katanya.
Dia juga meminta agar dinas pendidikan tidak tutup mata terhadap masalah tersebut. Upaya yang dilakukan pun jangan hanya sebatas memanggil dan mempertanyakan. “Kalau hanya dipanggil dan ditanya, pihak sekolah pasti membantah. Tapi coba sesekali lakukan sidak dan berikan sanksi tegas bagi sekolah-sekolah yang terbukti melanggar itu,” pungkasnya. (nce)