Pembersih Minyak Gatal-gatal
- Limbah Baru Bisa Bersih Oktober
CIBUAYA, RAKA – Satu persatu kesehatan warga yang membersihkan ceceran minyak Pertamina terserang penyakit. Warga merasakan gatal-gatal di kulit dan sesak napas.
Penanganan tumpahan minyak di anjungan lepas pantai YYA-1 area Pertamina Hulu Energi Offshore North West Java (ONWJ) belum tuntas. Ceceran limbah B3 tersebut sampai memasuki wilayah pesisir Cemarajaya, hingga banyak warga setempat yang ikut membersihkan minyak mentah yang terdampar di sepanjang Desa Cemarajaya.
Sukarna (42), warga Sekong, Desa Cemarajaya mengatakan, sudah satu bulan lebih bekerja sebagai pembersih limbah di bibir pantai Cemarajaya. Setiap hari diberi upah Rp100 ribu dan dikasih makan satu kali. “Saya bekerja di sini karena kebutuhan saja, daripada saya tidak kerja sama sekali,” jelas, kepada Radar Karawang, Jumat (30/8).
Bekerja sebagai pembersih limbah B3 bukan tanpa adanya risiko kesehatan, sebab setiap bertugas harus menghirup udara yang tercampur bau minyak mentah. Sukarna melanjutkan, sejak bekerja membersihkan limbah bau tersebut, dirinya sampai mengalami gatal-gatal pada tubuh, bahkan sampai menimbulkan bintik-bintik di badan. Dia sudah cek kesehatan di kantor Kepala Desa Cemarajaya, namun obat yang diberikan tidak memuaskan. “Setiap malam badan saya sampai pakai autan, saking tidak bisa menahan gatalnya,” keluhnya.
Bagi Sukarna, upah Rp100 ribu yang diberikan pihak Pertamina tidak sebanding dengan apa yang dikerjakan. Pekerjaan membersihkan ceceran minyak Pertamina dampaknya pada kesehatan, namun Sukarna hanya dapat mengeluh dan pasrah, sebab tidak ada penghasilan lain selain bekerja membersihkan limbah B3 tersebut. “Sebetulnya saya bersyukur bisa kerja di sini, tapi gajinya kalau bisa ditambah jadi Rp150ribu,” katanya.
Hal serupa dikatakan Wandi Dusun Cemara I yang bekerja memebersihkan limbah, dirinya pun mengalami gatal-gatal, hanya saja tidak sampai melebar ke badan. “Saya juga merasakan gatal, cuma hanya ditangan saja,” tuturnya.
Berbeda dengan Sukarna dan Wandi, Hamzah warga Cemarajaya, memilih berhenti bekerja membersihkan limbah, karena tidak kuat menahan bau ceceran minyak mentah, hingga dia sempat dua kali berobat di balai Desa Cemarajaya. Kini Hamzah hanya mengandalkan kebutuhan hidup sehari-hari ke saudaranya, sebab tidak mempunyai pengahasilan.
“Saya cuma bertahan tiga hari saja bekerja, soalnya pernapasan saya engap,” ungkapnya.
Terpisah, Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) Karawang Wawan Setiawan mengatakan, idealnya oil spill itu langsung dibersihkan dan diangkut. Namun karena keterbatasan armada, pihaknya menyediakan tujuh titik penampungan oil spill. “Kita sediakan tujuh titik penampung oil spill sebelum diangkut ke tempat yang berizin. Yaitu PPLI dan Triguna,” kata Wawan saat ditemui di kantornya.
Sampai saat ini, kata dia, tidak ada peningkatan volume limbah oil spill dari kebocoran minyak mentah itu. Hanya saja, masuknya limbah minyak tersebut akibat faktor cuaca. “Karena ada perubahan arah angin. Kalau klaim dari Pertamina,” tambahnya.
Wawan juga mengatakan, kebocoran minyak mentah itu juga berdampak terhadap pohon mangrove di sekitar pantai. Dari 935 ribu pohon yang ditanam sejak tahun 2014, ada 232 ribu pohon yang tercemar. “Kalau hitungan mereka melalui konsultan dari IPB, 103 hektare yang tercemar. Kalau saya hitungan pohonnya,” tambah dia.
Mantan Camat Tirtajaya ini menuturkan, dari 9 ribu feet titik kebocoran, baru tergali 6200 feet. Sehingga diperkirakan kebocoran tersebut baru akan tertutup pada akhir September atau awal Oktober. “Baru sekitar 67 persen yang tergali. Itu keterangan dari Pertamina,” tuturnya.
Hari Selasa nanti, tambahnya, dia bersama sekda sebagai ketua tim, serta dinas perikanan, dinas kesehatan dan BPBD akan mengadakan rapat evaluasi. “Nanti secara keseluruhan dijelaskan. Berapa kerugian dari nelayan, dari sisi kesehatan dan yang lainnya,” pungkas Wawan. (nce/cr4)