Air Bendung Barugbug Masih Hitam

MASIH HITAM: Pencemaran di Bendung Barugbug hingga kini belum tuntas. Air masih berwarna hitam dan menimbulkan aroma tak sedap. Masyarakat berharap agar pencemaran diselesaikan.
- Warga Terus Lakukan Protes
JATISARI, RAKA – Hingga saat ini, air Bendung Barugbug, Desa Barugbug, Kecamatan Jatisari masih berwarna hitam dan menimbulkan bau tak sedap. Berbagai upaya telah dilakukan, tapi air Barugbug tak kunjung jernih.
Tak hanya sekali, masyarakat sudah berkali-kali melakukan protes, bahkan beberapa bulan lalu melakukan unjuk rasa ke kantor Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil. Namun sejauh ini, belum ada hasil signifikan dan air Bendung Barugbug masih hitam. Meski demikian, tak mengurangi semangat masyarakat Jatisari untuk terus berupaya agar air di bendungan ini bersih lagi. “Ini bukan persoalan setahun dua tahun, tapi sudah belasan tahun pencemaran sudah terjadi dan sampai saat ini air Bendung Barugbug masih tercemar,” kata Ketua Lembaga Komunikasi Pemuda Jatisari (LKPJ) Anto Suheryanto, pada Radar Karawang, Kamis (5/9), usai mendatangi Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) Kabupaten Karawang, bersama warga Barugbug dan Desa Situdam, serta sejumlah elemen lainnya.
Anto meminta keseriusan pemerintah dalam menuntaskan persoalan di Barugbug. Tak hanya Citarum, dia meminta pemerintah juga memperhatikan saluran air lain salah satunya sungai Cilamaya dan Ciherang. “Pemda Karawang sudah melakukan beberapa langkah sesuai kewenangannya, termasuk pengajuan ke provinsi untuk mediasi tiga kabupaten, Subang, Purwakarta dan Karawang,” ucapnya.
Dia meminta Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil, bisa melakukan upaya kongkret dalam menangani pencemaran Bendung Barugbug. Karena, tanpa campur tangan pemerintah provinsi, diyakininya persoalan ini sulit selesai. “Inikan tiga kabupaten, kita yang di Karawang kebagian limbahnya. Jadi kami sebagai warga Jatisari, meminta Gubernur Ridwan Kamil harus bisa menyelesaikan persoalan ini,” pintanya.
Menurutnya, persoalan kemanusiaan. Banyak masyarakat yang membutuhkan air dari bendungan ini. Sementara saat ini, airnya tercemar dan banyak masyarakat yang terserang penyakit gatal. Dan yang lebih memprihatinkan, banyak petani yang menggunakan air tercemar ini untuk mengairi tanamannya. “Memang berasnya biasa, putih. Tapi kan kita tidak tahu kandungannya, apakah ikut tercemar atau tidak. Ini yang kami khawatirkan, kita konsumsi beras dari hasil air limbah,” tuturnya.
Anto menginginkan, pemerintah tidak setengah-setengah mengatasi persoalan ini. “Kami meminta persoalan Barugbug dituntaskan,” pungkasnya. (asy)