Honor BPD Rawan Dipotong
LEMAHABANG WADAS, RAKA – Baru dilantik kurang dari sebulan, anggota Badan Permusyawaratan Desa (BPD) sudah mengultimatum keinginannya memisahkan rekening dari pemerintah desa. Sebagai mitra yang sama-sama mengantongi SK bupati, BPD yang beranggotakan maksimal 9 orang dan paling sedikit 5 orang ini, bertekad memperjuangkan pemisahan rekening dari yang biasanya transit di bendahara pemerintahan desa.
Ketua BPD Desa Kedawung Mulyana mengatakan, keinginan pisah rekening dari pemerintah desa itu baru sebatas wacana, yang sebenarnya sudah menggelinding sejak tahun-tahun sebelumnya. Sebab, selama honorarium dan operasional BPD masih menyatu dengan rekening bendahara desa, kesannya BPD itu adalah bawahannya kepala desa atau perangkat desa.
Padahal, BPD maupun kades adalah sama-sama mengantongi SK bupati. Contohnya, ada lembaga ad hoc semisal pengawas penerima Program Keluarga Harapan (PKH), penerima Bantuan Pemerintah Non Tunai (BPNT) atau juga Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM), sudah dianjurkan memiliki rekening. “Kita kan sama-sama mengantongi SK bupati. Kenapa ambil honor masih harus ke bendahara desa, mengapa gak terpisah ya,” ujarnya kepada Radar Karawang, Selasa (23/10) kemarin.
Mulyana menambahkan, untuk menjaga stabilitas politik di desa, dan menjalankan kemitraan yang baik, maka pemisahan rekening adalah hal yang tidak mustahil. “Tinggal disiasati pemkab secara khusus, bisa di ADD (alokasi dana desa) atau sumber dana lain yang setara haknya,” katanya.
Ia melanjutkan, situasi akan sangat kondusif jika BPD, kades dan perangkatnya transparan. Namun, jika ada kades atau bendahara desa suka memotong hak BPD, ini akan jadi polemik dan merugikan BPD. “Kalau desanya kondusif gak masalah, tapi giliran desanya gak transparan, motong hak misalnya, ini kan bisa jadi polemik berkelanjutan,” ujarnya.
Kasie Tata Kelola Pemerintahan Desa Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) Kabupaten Karawang Andry Irawan mengatakan, pengelolaan keuangan yang tercantum dalam APBDes, semua ditransfer melalui rekening kas desa. Karena dana yang ditransfer itu harus masuk ke rekening desa. “Kemudian dari kas desa ke rekening BPD itu bisa dilakukan, dimana bendahara desa yang transfernya. Artinya tidak manual terpisah sendiri-sendiri,” ungkapnya.
Dalam Permendagri Nomor 20 tahun 2018 sambung Andry, disebutkan dalam pasal 11 bahwa pendapatan desa itu terdiri dari PADes, dana transfer dan pendapatan lain. Karenanya dalam definisi penerimaan desa adalah uang yang masuk ke rekening kas desa, begitupun yang keluar dari rekening kas desa adalah pengeluaran desa sebagaimana pasal 1 bab ketentuan umum. Artinya, pemerintah desa lewat bendahara desa dan kepala desa tetap pemegang kendali dana-dana yang masuk ke desa dan yang dikeluarkan. Adapun lembaga lain seperti LPM punya rekening sendiri, kemudian pengawas TPS, penerima PKH dan BPNT, itu adalah penerima hibah atau bansos bukan honor tetap seperti lazimnya BPD. Kalau seandainya ada BPD yang merasa ada honorarium atau haknya dipotong oleh kepala desa atau pemerintah desa, tidak harus terburu-buru berkeinginan memiliki rekening sendiri. Lebih baik laporkan saja, karena itu adalah hak. “Memisahkan rekening itu tidak mungkin dilakukan, karena memang aturannya tidak memperkenankan,” ujarnya. (rud)