KARAWANG

Pegiat Literasi Karawang Naik Level

TANAMKAN BUDAYA LITERASI: Tiga anak kecil sedang asyik memilih buku bacaan yang sengaja diperlihatkan oleh pegiat literasi.

Bersuara di Tingkat Nasional

KARAWANG, RAKA – Upaya meningkatkan literasi di Karawang tengah menggeliat belakangan ini. Bukan hanya ditandai banyaknya gerakan literasi di desa-desa yang diinisiasi para pemuda, tapi gerakan ini juga bisa mengemuka dan menjadi isu yang layak diperbincangkan dalam skala nasional.

Buktinya, tiga perwakilan asal Karawang terpilih sebagai pemakalah dalam Seminar Nasional Call of Paper 2020 yang diadakan oleh Gerakan Permasyarakatan Minat Baca (GPMB) dan Perpustakaan Nasional.

Muhammad Fakhruzzahid dan Dewi Murni adalah dua diantara 63 pemakalah dari berbagai wilayah di Nusantara yang akan mempresentasikan artikel mereka Selasa (27/10) siang ini. Kolaborasi karya tulis mereka nampaknya cukup menarik perhatian sehingga lolos seleksi, dalam agenda yang bertemakan “Sejarah Gerakan, Peta, dan Paradigma Literasi Indonesia: Perkembangan dan Pencapaian”. Dan yang tak kalah kenarik, dua pegiat literasi asal Karawang ini menjadi pemakalah termuda.

Fahru menuturkan, salah satu isu yang diangkat dalam artikel mereka adalah kesemuan yang terjadi di Percandian Batujaya. Hal ini berdasarkan kurangnya literasi sejarah dimana kepedulian untuk menjaga dan ikut serta mengembangkan cagar budaya masih kurang. Ia juga mengangkat tentang gerakan literasi Perpustakaan Bincang yang mengkampanyekan literasi dengan berbagai cara, yang salah satu tujuanya adalah mendalami sejarah Candi Batujaya. “Minimal bisa membuka forum diskusi yang berbasis Percandian Batujaya, supaya kita ke sana tidak ambil enaknya saja, menumpang lahannya untuk nongkrong dan lupa esensi cagar budayanya,” tuturnya, Senin (26/10).

Fahru mengaku, awalnya tidak terpikirkan bisa lolos mengingat seleksi ini diikuti juga oleh para dosen dan peneliti. Namun dengan kesempatan ini, ia pribadi bisa memperkuat tujuan dan semangat dicita-citakan untuk Percandian Batujaya. Secara luas, dapat diketahui bahwa Percandian Batujaya adalah cagar budaya Nasional yang memiliki anak-anak muda yang bergerak melalui literasi di sana.

Dewi menambahkan, dalam artikel mereka juga mengangkat tentang praktik literasi yang dilakukan TMB Tepas Elmu. Ia juga membahas tentang upaya agar gerakan literasi tetap berjalan selama pandemi, dengan kegiatan membaca nyaring (read aloud). “Dalam praktik read aloud itu bisa meningkatkan minat baca anak, dan juga bisa menyisipkan pendidikan karakter,” ucapnya.

Ia mengaku sangat senang mengingat kegiatan ini diikuti oleh pegiat dari seluruh Indonesia. Dengan kegiatan ini tentunya bisa menambah wawasan, menambah relasi dan mengeksplor diri. Dan yang paling penting ia termotivasi dengan semangat gerakan literasi di Indonseia bagian Timur. “Bisa berkaca diri, semestinya aku sebagai mahasiswa itu bisa jadi agen perubahan untuk daerah aku sendiri,” ungkapnya.

Selain Fahru dan Dewi, Dosen PIAUD Unsika, Ine Nirmala juga menjadi salah satu pemakalah yang mewakili Karawang dengan artikel ilmiahnya. Ine menuturkan, artikel yang ia buat berdasarkan penelitian yang ia lakukan sejak 2019 lalu. Ia mengangkat isu bagaiman taman baca masyarakat (TBM) bisa meningkatkan minat baca anak usia dini.

Ine menuturkan, dari 42 TBM yang ia amati saat itu, mereka terbentuk atas inisiasi personal atas dasar panggilan jiwa. Gerakan mereka juga cukup masif dengan berbagai kegiatan rutin mingguan atau bulanan, seperti membuka lapak baca gratis, mewarnai, dan mendongeng. Para pegiat literasi dari TBM ini bergerak sampai ke pinggiran daerah bahkan juga ada yang berkeliling. “Setelah melakukan survei, setelah saya ikuti selama enam bulan, hasilnya memang TBM di Karawang memberi pengaruh terhadap peningkatan minat baca anak usia dini,” singkatnya. (din)

Related Articles

Back to top button