Bocah Jomin Dicabuli
KOTABARU, RAKA – Bagi para orangtua yang memiliki anak di bawah umur, wajib ekstra hati-hati. Pasalnya, kejahatan bisa datang kapan saja. Baru-baru ini, seorang bocah dicabuli di Kampung Ciwates, Desa Jomin Barat, Kecamatan Kotabaru. Itu diungkapkan oleh Kanit Reskrim Polsek Kotabaru Ipda Hendar kepada Radar Karawang.
Ia mengatakan, saat pelaku melakukan aksinya kepada korban yang masih di bawah umur, warga setempat menangkap basah dan membawanya kepada pihak kepolisian setempat. “Dan ternyata pelaku dan korban ini masih di bawah umur, makanya untuk identitas kita tidak bisa sebutkan,” tambahnya.
Menurutnya karena pelaku masih di bawah umur, penanganan kasus tersebut ditangani oleh Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Polres Karawang. Pihaknya juga menghimbau kepada warga terutama kepada orang tua untuk tetap waspada, saat anaknya beraktivitas di luar rumah. Itu untuk mencegah dan melindungi anak-anak dari tindak kekerasan, salah satunya pelecehan seksual. “Kalau bisa anak-anak jangan kelayapan ke luar rumah, apalagi masa pandemi ini. Tetap batasi waktu anak di luar rumah, karena khawatir terjadi yang tidak diinginkan,” pungkasnya.
Cempaka Putrie Dimala, dosen psikologi Universitas Buana Perjuangan (UBP) mengatakan, perkembangan teknologi dan kemajuan internet sangat berpengaruh terhadap perilaku pedofilia. Masyarakat saat ini cenderung lebih mudah mendapatkan akses konten negatif dari internet. Cempaka menjelaskan, faktor penyebab seseorang menjadi pedofilia bisa jadi karena kecanduan pornografi, lebih dari itu mereka sering mengakses video-video pornografi anak. Hal inilah yang kemungkinan besar merubah orientasi seksual sesorang sebagaimana konten yang dilihatnya. Ia juga menjelaskan, kriteria pedofilia diantaranya adanya prilaku yang berulang, intensif dan terjadi selama periode minimal 6 bulan. Adanya fantasi dan dorongan serta prilaku yang menimbulkan gairah seksual, yang berkaitan dengan melakukan kontak seksual dengan seorang anak pra pubertas. Bahkan tanpa adanya objek, orang tersebut berfantasi menyalurkan hasrat seksual dan melakukan kegiatan seksual dengan anak kecil. “Orang bersangkutan minimal berusia 16 tahun dan menyukai anak 5 tahun di bawahnya. Itu kalau teori dari Psikologi Abnormal karya Gerald C Davison edisi 9,” jelasnya.
Menurutnya, anak yang menjadi korban pedofilia memang bisa diobati dan disembuhkan. Namun perlu ada pendampingan psikologis pada anak tersebut. Yang paling penting, kata dia, seorang anak yang menjadi korban kekerasan seksual atau korban pedofil jangan dilabeli, atau justru disalahkan oleh orang tua. Karena jika si anak itu disalahkan, akan timbul dalam dirinya keinginan untuk menjadi pelaku kejahatan tersebut ketika sudah besarnya. “Terutama orang tua harus tetap merangkul dan jangan pernah menyalahkan anak atau melebeli dengan sebutan nakal dan lain-lain,” terangnya.
Sekretaris Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kabupaten Karawang Amid Mulyana mengatakan, kebanyakan kasus pencabulan atau kekerasan seksual terhadap anak itu terjadi dan dilakukan oleh orang dekat korban. Bahkan tindakan bejat itu juga ada yang dilakukan oleh ayah kandungnya. “Selama ini pelakunya selalu orang terdekat korban. Sama tetangganya bahkan sama ayah kandungnya,” ucap dia.
Dikatakan Amid, pihaknya kesulitan untuk melakukan pendeteksian dini terhadap kasus tersebut. Selama ini pemerintah daerah melalui Dinas PPPA hanya melakukan pencegahan dengan sosialisasi dan penyuluhan melalui P2TP2A. Kemudian melakukan penindakan berdasarkan pelaporan. “Deteksi dininya susah. Paling kita menghimbau dan mengingatkan saja agar para orang tua selalu memperhatikan anaknya,” katanya. (mal)