HEADLINEKARAWANG

Pelaku Usaha Babak Belur

SEPI: Suasana didalam mal Galuh Mas terlihat sepi akibat PPKM yang berlangsung.

Omset Turun 98 Persen, Karyawan Dirumahkan

KARAWANG, RAKA – Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) sangat memukup pengusaha, terutama pedagang yang berada di mal. Di mal Galuh Mas misalnya, pedapatan turun hingga 98 persen. Saat ini mal belum dapat beroperasi. Hal ini karena adanya PPKM yang sedang berlangsung di Kabupaten Karawang, bahkan kini diperpanjang. Hal tersebut terlihat dari tutupnya seluruh gerai di dalam mal. Sebelum adanya pandemi ada sebanyak 3.000 lebih karyawan, sejak pandemi 55 persen karyawan dirumahkan. Jumlah karyawan pun saat ini semakin berkurang sejak adanya pemberlakuan PPKM. “Adanya PPKM ini bagi kami sebagai pengelola sangat besar, kemarin sebelum pandemi ada lebih dari 3.000 karyawan tapi saat new normal hanya ada sebesar 55 persen karyawan,” ujar Rizki Setiawan, Property Manager Mall Galuh Mas.

Pendapatan yang diperoleh mengalami penurunan hingga 98 persen. Pihak pengelola memikirkan langkah untuk mengatasi penurunan pendapatan. Langkah tersebut telah diambil sebelum PPKM darurat diberlakukan. Salah satu upaya yang telah dilakukan yakni diberikan diskon kepada penyewa gerai. “Komitmen sama penyewa itu kan ada perjanjian, secara perjanjian kondisi sekarang di luar dari perjanjian. Jadi kami memberikan diskon kepada penyewa,” sambungnya.

Pihak pengelola berharap agar adanya bantuan dari pemerintah untuk meningkatkan kembali pendapatan. Salah satu harapan yakni dapat dilaksanakan vaksin di mal. Pelaksanaan tersebut dapat menjadi salah satu upaya agar mal dapat beroperasi kembali. “Kami berharap agar pemerintah memikirkan upaya agar mall tetap beroperasi meski diberlakukan PPKM,” terangnya.

Terpisah, Ketua Umum Asosiasi UMKM Indonesia (Akumindo) Ikhsan Ingratubun menyebut, memperpanjang PPKM darurat semakin membuat bisnis UMKM mati. Pandemi Covid-19 telah membuat sekitar 30 juta UKM bangkrut. Dari jumlah tersebut, pembiayaan 25 juta UMKM berakhir dengan status NPL (non-performing loan) alias tidak mampu membayar kreditnya. Karena, mereka hanya mendapat 10–20 persen dari omzet normal.

Meski demikian, hasil survei Akumindo bersama Bank Mandiri menyebut bahwa sebenarnya sekitar 60 persen UMKM mulai bangkit hingga Juni 2021. Perbaikan tersebut seiring pelonggaran mobilitas masyarakat oleh pemerintah. Mengingat, kasus penularan Covid-19 yang mereda pasca pembatasan sosial berskala besar (PSBB). Sehingga, membuat roda ekonomi kembali berputar. Sayangnya, pengetatan dengan PPKM darurat saat ini kembali menghantam UMKM. Ikhsan memperkirakan, omzet UMKM akan kembali turun 70 hingga 80 persen. “Baru bangkit lho, belum pulih. Pedagang itu berjualan untuk menggaji dirinya sendiri. Memberi makan anak dan istrinya. Itu juga harus dipikirkan,” ujarnya.

Ikhsan mendorong pemerintah untuk memberi bantuan kepada UMKM selama PPKM darurat. Setidaknya cukup untuk memenuhi makan sehari-hari. Ketentuan ganti rugi tersebut juga diatur dalam Undang-undang Nomor 6 tahun 2018 tentang kekarantinaan kesehatan. “Paling sedikit Rp 200 ribu kali per hari selama PPKM darurat,” ucapnya.

Selain itu, Ikhsan menilai, turunnya suku bunga dasar kredit bank hanya dirasakan oleh UMKM yang usahanya tidak terdampak. Sedangkan, UMKM yang tidak mampu membayar kredit hanya bisa memanfaatkan restrukturisasi. Keringanan yang diberikan tentu bervariasi bergantung kondisi usaha masing-masing nasabah. (nad/rbg)

Related Articles

Back to top button