Buku Digital Mulai Disukai Pelajar
KARAWANG, RAKA – Era digitalisasi yang telah terjadi saat ini, membawa perubahan pada sistem membaca buku di kalangan siswa SMA. Beberapa siswa SMA Negeri 3 Karawang saat ini senang membaca buku melalui online. Hal ini dikarenakan lebih efisien dan mudah di bawa.
Siswa SMAN 3 Karawang Princess Velaninta Audrey Sava memaparkan, saat sedang berpergian ia lebih menyukai buku berbentuk digital. Ia menyukai jenis buku novel yang bergenre agama dan fiksi. Kemudian ia pun menyukai buku fisik. “Sebenarnya tergantung dari buku itu sendiri dan lihat waktu juga. Kalau pergi membaca buku digital aja kalau di rumah baca buku fisik,” ujarnya, Senin (28/11).
Ia pernah mencoba membuat karangan cerita. Hingga saat ini belum memiliki rasa percaya diri untuk menerbitkan cerita yang telah dibuat. Ia mendapatkan inspirasi dari beberapa cerita teman dan keluarga saat membuat cerita. “Kalau keinginan ada tapi belum percaya diri untuk mewujudkannya. Saya pernah mencoba mengarang cerita di laptop,” tambahnya.
Terdapat pula siswa yang tidak menyukai membaca buku, namun senang dengan audio visual. Virginia Pane, siswa SMAN 3 Karawang memaparkan ia tidak menyukai buku karena berisi teks yang penuh. Ia lebih menyukai buku yang memiliki gambar. Kemudian ia pun menyukai audio visual. Video yang sering dilihat berupa audio book dan video tentang pembelajaran. “Kalau aku lebih ke video, jujur gak tertarik dengan buku karena boring aja dan bikin ngantuk dan isinya teks semua. Aku suka audio book dan audio pembelajaran. Kalau buku bergambar masih suka dibaca itupun yang buat aku tertarik,” tambahnya.
Nazwa Jasmine, Siswa SMAN 3 Karawang menyampaikan hingga saat ini masih menyukai membaca buku fisik dibandingkan dengan digital. Ia menyukai buku jenis novel dengan genre romantis. Ia memiliki cita-cita menjadi penulis. Hal ini diwujudkan dengan adanya cerita yang telah dibuat. “Masih lebih suka buku fisik, biasanya aku baca novel romantis. Mau banget buat novel sendiri, karena cita-cita dari kecil juga. Saat aku melihat sesuatu yang menjadi inspirasi bisa langsung jadi karangan,” paparnya.
Guru Bahasa Indonesia Iis Sulastri menyatakan, era digitalisasi saat ini segala informasi yang diperoleh harus melalui penyaringan terlebih dahulu. Hal ini bertujuan agar menghindari berita hoaks. “Dari guru sendiri itu harus melek digital juga jadi segala informasi dibaca dan disaring secara detail. Kami memiliki peran untuk menyebarluaskan kepada siswa, perlu memiliki saringan sendiri supaya tidak adanya informasi hoax,” tuturnya.
Adanya buku digital ia menyingkapi dengan adanya dampak negatif dan positif. Dampak positif berupa guru tidak perlu membawa buku yang banyak dan fleksibel. Kemudian untuk dampak negatif siswa dan guru menjadi memiliki minat baca yang rendah. “Sebenarnya ada sisi negatif dan positifnya. Positifnya lebih fleksibel tidak perlu membawa buku, hanya tinggal mendownload aplikasi saja. Negatifnya menjadi berkurangnya niat membaca buku selain genre fiksi dan romantis,” lanjutnya.
Ia mengimbau agar siswa memanfaatkan buku digital dengan baik. Selanjutnya dapat mencari informasi tambahan dari buku fisik selama proses pembelajaran. Ia pun telah membiasakan literasi membaca bagi siswa selama 15 menit sebelum adanya materi yang disampaikan. “Kalau dari saya mempersilakan siswa memanfaatkan sebaik mungkin e-book yang dipercaya jika buku sumber yang ada masih dirasa kurang sebagai referensi selama proses belajar. Seperti saya membiasakan siswa literasi 15 menit sebelum materi diberikan. Nah siswa boleh baca buku cetak boleh dari internat, e-book, atau aplikasi digital lain sebagai sumber baca, dan saya juga mengecek keterbacaannya,” ungkapnya.
Literasi yang diciptakan membawa perubahan positif bagi siswa. Siswa menjadi memiliki minat membaca berbagai jenis buku. Hal ini terlihat dari hasil observasi dan laporan yang diterima. “Lumayan berpengaruh bukan dalam bentuk data statistik tapi dilihat dari observasi dan laporan siswa jadi siswa terbiasa dengan aktivitas membaca selain buku pelajaran,” tutupnya. (nad)