Bawaslu Temukan 88 Perkara 19 Laporan Masyarakat
KARAWANG, RAKA- Meski dilarang berpolitik praktis, nyatanya Aparatur Sipil Negara (ASN) selalu diseret-seret ke persoalan politik terutama saat pemilihan kepala daerah (pilkada). Badan Pengawasan Pemilihan Umum (Bawaslu) Jabar menemukan 88 perkara dan 19 laporan dari masyarakat.
Ketua Bawaslu Jabar, Abdullah Dahlan menuturkan, dari jumlah keseluruhan 107 perkara terdapat 22 yang dinyatakan bukan pelanggaran. Sehingga, Bawaslu Jabar hanya menangani 85 perkara yang terdiri dari 41 pelanggaran administratif, 12 pelanggaran kode etik dari pihak penyelenggara maupun pengawas, dan 32 pelanggaran hukum lainnya kaitannya dengan isu netralitas Aparatur Sipil Negara (ASN). “Seperti, kepala desa turut memberikan aktivitas yang dilarang, memfasilitasi tempat, serta menunjukan sikap keberpihakan,” tuturnya, Rabu (21/10).
Hal tersebut dilarang dan diatur dalam UU Pemilihan pasal 71 ayat 1, ASN dilarang melakukan sikap keberpihakan kepada satu di antara calon yang mengikuti kontestasi. Namun, perkara tersebut sudah ditangani oleh Bawaslu di delapan kabupaten/kota yang menyelenggarakan pilkada. Bawaslu Jabar juga menemukan 54 pelanggaran protokol kesehatan, kemudian Bawaslu Jabar telah memberikan peringatan, tambah Abdullah. Artinya dalam fase tersebut telah menuai hasil mengenai pelanggaran protokol kesehatan.
“Kami mengimbau kepada seluruh kontestan pemilihan untuk membangun keterpilihan dengan cara yang berintegritas,” tambahnya.
Ia juga mengingatkan, kepada seluruh pasangan calon (paslon) agar tidak melakukan money politik, tidak menggunakan kekuatan birokrasi sebagai instrumen kemenangan dan pemenuhan aspek pemenuhan faktor keselamatan kesehatan. Selain itu, peserta pemilihan diharapkan disiplin protokol kesehatan.
Sebelumnya, Ketua Panwascam Klari Udin Fahrudin mengatakan, salah satu pejabat desa di Kecamatan Klari ikut serta pada kegiatan kampanye salah satu Cabup dan Cawabup yang berlangsung di Desa Pancawati.”Tidak lain dan tidak bukan pejabat Desa Pancawati itu sendiri, dia menjabat sebagai sekdes. Karena berdasarkan Uu nomor 6 tahun 2014 tentang desa pasal 51 huruf J tertera bahwa perangkat desa tidak boleh ikut terlibat pada kegiatan kampanye,” ucapnya.
Bahkan, pihaknya telah melakukan pemanggilan. “Tentunya langkah yang kita lakukan sesuai dengan tugas pokok kita selaku panwascam, kehadiranya pun pada kegiatan kampanye memang diakui olehnya,” tambahnya.
Sementara itu, Emay Ahmad Maehi pengamat politik Karawang mengatakan, keterlibatan ASN dalam politik praktis bukan fenomena baru. Pasalnya jauh sebelum tahun 2020 ini ada istilah ABG (ABRI, Birokrat, Golkar). Setelah pergerakan reformasi, ASN tidak boleh terlibat dalam politik praktis tapi calon maupun partai politik melihat bahwa ASN itu potensi yang cukup besar untuk dilibatkan dalam pemenangan calon. “Undang-undang yang ada tentang kedudukan fungsi dan tugas, memang harus mendapatkan fungsi pengawasan yang serius tetapi siapa pun tidak boleh mengabaikan kenyataan bahwa ASN itu adalah para pemilih potensial dengan berbagai jaringan yang dimilikinya,” katanya.
Kemudian, Emay yang juga mantan Ketua KPU Kabupaten Karawang menilai logis atau masuk akal, ketika ASN ditarik atau dilibatkan oleh berbagai kepentingan politik. Sampai saat ini, pihaknya belum melihat secara masif sistemik keterlibatan ASN di pilkada tahun ini, tapi tidak menutup kemungkinan secara personal ada. “Kalau sampai sistemik, struktur dan masif saya belum melihat itu, kalau secara personal wajar ada dan harus diawasi. Wajar ada dalam pengertian ini fenomena politik,” pungkasnya. (pjs/mra/mal)