
KARAWANG, RADAR KARAWANG – Gempa berkekuatan 4,4 magnitudo yang menggoyang Karawang tepatnya berada di 18 kilometer barat laut. sekitar pukul 17.38, Selasa (8/10), mengingatkan kembali memori guncangan dasyat di Kota Pangkal Perjuangan tahun 1862.
Saat itu, gempa yang terjadi berkekuatan 6 MMI (Modified Mercalli Intensity/ skala kegempaan selain skala richter), dimana dengan kekuatan tersebut dapat dirasakan oleh semua penduduk dan kerusakan ringan pada bangunan.
Peneliti Kebencanaan Karawang, Arif Munawir mengatakan, berdasarkan data seismik Pulau Jawa dari tahun 1900 – 2006, Kabupaten Karawang memiliki indeks bahaya seismik regional yang besar. “Artinya di Kabupaten Karawang pernah terjadi frekuensi dan energi gempa bumi yang besar, hal ini tercatat pada tahun 1862 masehi,” katanya.
Kepala Stasiun Geofisika Bandung Teguh Rahayu mengatakan, mengacu kepada sumber Pusat Studi Gempa Nasional (Pusgen) Tahun 2017, sesar baribis di Jawa Barat merupakan kelanjutan dari sesar Lembang ke arah timur. Sesar ini memanjang dari Majalengka sampai Subang. Berdasar skenario peta guncangan sesar Baribis Kendeng pada segmen Subang, potensi getaran yang dirasakan di Kabupaten Karawang bisa mencapai skala IV-V modified mercally intensity (MMI). Getaran IV MMI artinya bila terjadi gempa pada siang hari, getarannya dirasakan oleh orang banyak dalam rumah, di luar oleh beberapa orang, gerabah pecah, jendela atau pintu berderik dan dinding berbunyi. “Kemudian untuk skala V MMI, getaran dirasakan oleh hampir semua penduduk, orang banyak terbangun, gerabah pecah, barang-barang terpelanting, tiang-tiang dan barang besar tampak bergoyang, bandul lonceng dapat berhenti,” kata Teguh.
Mengenal Sesar Baribis
Sesar Baribis atau Patahan Baribis adalah Sesar aktif yang membentang dari timur hingga barat pulau Jawa. Sesar Baribis merupakan sesar terpanjang di Pulau Jawa. Sesar ini melintasi selatan Indramayu, sisi barat Subang dan Purwakarta, Karawang, Cibatu (Bekasi), Depok, Jakarta hingga Tangerang dan Rangkasbitung. Keberadaan Sesar ini masih menjadi dugaan bahkan disebut-sebut sebagai ancaman besar bagi Jakarta.
Nama Baribis diambil dari nama Perbukitan Baribis di daerah Kadipaten, Majalengka, Jawa Barat. Sesuai namanya, Sesar Baribis membentang dari Kabupaten Purwakarta sampai perbukitan Baribis di Kabupaten Majalengka dengan panjang sekitar 100 kilometer. Sesar ini membentang sepanjang 25 Km di Jakarta Selatan. Sesar ini bertanggung jawab atas gempa bumi pada tahun 1834 di Bogor dengan kekuatan 7.0 Mw yang menyebabkan kehancuran massal di sekitarnya. Sesar ini kembali bergeser pada tahun 1862 dan menyebabkan gempa bumi berkekuatan 6.5 Mw di Kabupaten Karawang.
Sesar tersebut diperkirakan sepanjang 100 km dan membentang dari Purwakarta hingga Kabupaten Lebak, bergerak dengan kecepatan 5 mm per tahun. Ini adalah patahan dorong yang terbentuk selama era Pliosen. Sesar ini terbagi menjadi dua segmen. Studi mengenai pemantauan gempa bumi di sepanjang Sesar Baribis yang melibatkan penempatan stasiun seismografi lubang bor di sekitar Jakarta. Sebelumnya, status Sesar Baribis sebagai sesar aktif atau tidak aktif masih menjadi perdebatan yang cukup besar. Meskipun hasil dari Damanik. menyatakan bahwa Sesar Baribis aktif secara seismik, hal ini bergantung pada deteksi, lokasi, dan karakterisasi hanya dua peristiwa yang tampaknya berkaitan dengan sesar. Dalam studi ini, pemantauan gempa tambahan dilakukan melalui pemasangan tujuh seismometer lubang bor di sekitar Sesar Baribis dekat Karawang dan Purwakarta.
Wilayah tepat di sebelah selatan Sesar Baribis terdapat gunung berapi aktif (Gunung Salak dan Gunung Gede), yang kemungkinan besar merupakan sumber gempa bumi yang tidak terkait dengan sesar tersebut. Bahaya yang terkait dengan fenomena ini sudah cukup diketahui, oleh karena itu fokus kami pada potensi gempa Sesar Baribis, masih kurang dipahami dan tidak dipertimbangkan dalam peta bahaya seismik Indonesia saat ini.(psn)