GERBANG SEKOLAHHEADLINEKarawang

Gaji Terkuras Biaya Pulsa

Novi Nurhayati

KARAWANG, RAKA – Selama wabah corona masih membahayakan kesehatan peserta didik, maka selama itupula kegiatan belajar mengajar tidak dilaksanakan di sekolah. Namun, para siswa tetap mendapatkan materi pelajaran dari guru melalui pembelajaran jarak jauh via internet.

Kegiatan pembelajaran jarak jauh itu membuat para guru harus merogoh kocek untuk membeli kuota, agar kegiatan belajar mengajar tetap bisa terlaksana. Bagi guru honor, tentu saja hal itu memberatkan. Maklum, gaji mereka juga bikin sesak nafas.

Seorang guru honor SD di Kotabaru yang meminta namanya dirahasiakan mengatakan, selama wabah corona, gajinya sebagai guru honor tetap diberikan seperti biasanya. Namun ia berharap ada uang kuota yang diberikan pihak sekolah kepada para guru. “Mendikbud Nadim Makarim kan bilang ada uang kuota. Tapi tidak diberikan,” ungkapnya kepada Radar Karawang.

Dia menuturkan, para guru lain di sekolahnya juga berharap sama. Yakni adanya penggantian uang kuota kepada para guru untuk kegiatan belajar mengajar online. “Pas rapat di sekolah bilangnya ada Rp150 ribu pas dana BOS (Bantuan Operasional Sekolah) cair. Tapi nyatanya tidak dikasih. Makanya guru honor di SD saya juga pada nanyain,” ujarnya yang tidak memiliki pekerjaan lain selain mengajar.

Ia melanjutkan, pembelajaran jarak jauh bagi guru yang diberi honor pas-pasan sangat berat. Apalagi tidak ada fasilitas internet yang diberikan oleh sekolah. “Ya berat selama covid, kita harus kasih tugas buat murid sedangkan kapasitas foto, video, setiap grup kelas agak berat,” tuturnya. Menurutnya, agar pembelajaran jarak jauh tetap optimal, guru tidak boleh kekurangan pulsa internet. “Saya pernah minjam uang teman untuk beli kuota. Tapi pas gajihan dan BOS turun saya ganti,” ujarnya.

Guru non PNS di SDN Tamelang, I Wirawan Aria mengatakan, selama wabah coroba ini ia tetap menerima honor seperti biasanya tanpa ada pemotongan. Namun tidak ada uang pengganti pulsa. Meski demikian pihak sekolah telah lama memasang fasilitas wifi di sekolah, agar bisa dimanfaatkan oleh para guru. “Di sekolah pasang wifi jadi kasih tugasnya di sekolah,” ungkapnya.

Guru wali kelas 3 ini mengatakan, setiap minggu rutin memberi materi atau tugas kepada siswanya, meski tidak genap setiap hari. Hal ini mengingat pada umumnya siswa SD belum mempunyai gawai sendiri, dan materi pelajaran disampaikan melalui gawai milik orang tua. Berbagai latar belakang orang tua dengan bermacam kesibukannya tidak memungkinkan untuk melakukan pembelajaran setiap hari.

Rekan mengajar Aria di sekolah yang sama, Rinrin Charlina mengatakan hal yang sama. Tak ada pemotongan honor bagi guru non PNS dan ia sendiri memang kerap memanfaatkan fasilitas wifi di sekolah untuk keperluan mengajar daring.

Guru lainnya di SDN Wadas I, Ikbal Kemal Fikri juga mengatakan tidak ada pemotongan honor setiap bulan. Guru mata pelajaran olahraga ini juga tetap mengajar melalui daring setiap hari. Terlebih memang sekolahnya memfasilitasi para guru untuk mengajar secara daring dengan memberikan uang pulsa. “Setiap hari kasih materi untuk kelas yang berbeda,” ucapnya.

Mesti ada penyesuaian dalam penyampaian materi, sebab pembelajaran yang biasanya dilakukan bersama-sama mesti dilakukan secara daring. Pelajaran olahraga pada umumnya banyak muatan praktik, untuk menyiasati hal tersebut Ikbal kerap megarahkan para orang tua untuk mempraktikannya bersama anak. “Kurikulum 2013 kan sekarang ada materinya, ada keterampilannya juga, kalau biasanya main sepakbola bareng-bareng, di rumah bisa latihan misalnya nendang bola ke tembok atau sama ayahnya,” tuturnya.

Guru olahraga lainnya, Sugita Krisdian yang mengajar di SDN Margakaya 1, mengaku semoat was-was mendengar kabar teman-temannya yang juga menjadi guru di luar Karawang mengalami pengurangan honor. Namun ia bersyukur sejauh ini hal tersebut tidak dialaminya. Hanya saja memang ia merasa pengeluarannya untuk membeli kuota di internet bertambah selama mengajar daring. “Kebetulan kalau uang pulsa dari sekolah belum ada,” terangnya. Meski demikian, pembelajaran daring setiap harinya pada semester kemarin tetap berjalan. Ia kerap memberi materi berupa video atau tugas kepada para siswa.

Rekan satu sekolah Sagita, Elis bersyukur nominal upah yang diterima sama dengan saat wabah corona belum terjadi. Namun dari pihak sekolah tidak ada pemberian atau penggantian buat pulsa untuk menunjang mengajar secara daring.

Selama pandemi pun ia rutin memberikan tugas kepada siswanya dengan berkomunikasi melalui grup WhatsApp. Senada diungkapkan Deni Firmansyah, seorang guru di SMKN 1 Tirtamulya. Dikatakan dia, selama covid 19 kegiatan belajar mengajar dilaksanakan secara jarak jauh melalui sistem online. Namun di sekolahnya tidak ada penggantian uang pulsa atau kuota untuk para guru. “Kalau gaji honorer dari provinsi lancar. Uang ganti pulsa tidak ada,” ucapnya.

Berbeda dengan guru SMPN 2 Karawang Barat, Wendi Rosadi. Di sekolahnya diberikan kompensasi untuk pulsa dan kuota sebesar Rp300 ribu selama pandemi covid 19. Untuk itu, setiap jadwal mengajar, dia selalu memberikan tugas dan materi kepada semua muridnya melalui aplikasi WhatsApp.

Ia juga mengaku gajinya sebagai pengajar honor tetap diberikan seperti pada kondisi normal. “Gaji lancar tidak ada pengurangan. Uang kuota dikasih Rp300 ribu,” ujarnya.

Guru honor lain, Madraya yang mengajar di SMPN 2 Karawang Barat juga mengaku jika honornya tidak terkendala. Ia tetap bisa menerima gajinya sesuai jam mengajar. Menurutnya tugas kepada para siswa tetap diberikan via internet. “Kalau uang kuota di sekolah kami ada penggantian. Bahkan untuk siswa juga jika terkendala tidak punya kuota, bisa dibantu oleh sekolah. Tapi ya rata-rata punya android semua dan punya juga kuota,” ujarnya.

Kepala Cabang Dinas Wilayah 4 Ai Nurhasan mengatakan, guru non PNS di tingkat SMA/SMK negeri dibayar oleh anggaran provinsi. Hanya saja, ada persyaratan tertentu guru non PNS yang bisa mendapatkan uang tersebut.
“Kalau lihat ini (persyaratan guru non PNS) seharusnya semua guru honor bisa dibayar,” katanya.

Ai menuturkan, ada beberapa kasus sekolah yang mengangkat guru honor, tetapi tidak sesuai aturan standar mutu pendidikan. Salah satunya seperti harus S1 pendidikan, linier antara ijazah dan mata pelajaran yang diambilnya.

Bagi yang tidak sesuai, kata dia, bukan tidak dibayar. Tetapi sekolah menyetop dan mengganti dengan yang memenuhi syarat untuk bisa dibayar. “Saya menduga beberapa Sekolah masih mempertahankan guru yang tidak memenuhi syarat dibayar anggaran negara, dengan alasan kasihan dan lain-lain. Sehingga kesulitan untuk membayar, padahal uang BOS tersedia,” ujarnya. (nce/din/acu/mal)

Related Articles

Back to top button