Minta Sekolah Tatap Muka Digelar
BELAJAR : Suasana belajar di rumah didampingi orang tua akibat Covid-19.
LEMAHABANG, RAKA – Sejak mewabahnya virus corona, masyarakat serta para orangtua siswa mulai merasa gerah dengan tidak efektifnya sistem belajar mengajar. Terlebih ketika pekerjaan rumah tangganya terganggu dengan berbagai tugas yang diberikan oleh pihak sekolah kepada siswa di rumah.
Salahsatunya Ayu, warga Desa Lemahabang Kecamatan Lemahabang ini mengaku capek setelah pemerintah menstop kegiatan belajar anaknya. Pasalnya, ia harus membagi waktu untuk mengurusi rumah tangga dengan tugas belajar anaknya. “Harus pintar membagi waktu untuk urusan dapur sama tugas anak,” katanya.
Selain capek, ia juga kebingungan jika harus meninggalkan anaknya belajar sendirian. Terlebih usia anak sekolah dasar yang memerlukan pendampingan secara total, karena menurutnya usia sekolah dasar sangat rentan terhadap kemajuan teknologi. “Gak didampingi khawatir, tapi kalau terus didampingi capek juga,” akunya.
Namun, di samping itu, ia mengaku banyak juga sisi manfaatnya. Khususnya, ia bisa mengetahui cara belajar anak, dan yang terpenting bisa mengetahui perkembangan belajarnya.
Hanya saja, jika harus memilih, ia lebih memilih agar pemerintah bisa melonggarkan anak untuk pergi ke sekolah.
Intinya, agar anak bisa bersosialisasi dan mengurangi beban pekerjaannya di rumah.
Orangtua siswa lainnya Dini mengaku, ketika anak berada di rumah, mereka lebih banyak bermain ketimbang belajar. Karena anak baru bisa belajar setelah menerima tugas dari gurunya, itu pun melalui smartphone.
Sementara, selama tidak ada tugas, waktunya dihabiskan untuk bermain. “Tugas terus capek, gak ada tugas malah maen,” terangnya.
Di sisi lain, candu anak terhadap smartphone semakin bertambah. Apalagi banyak aplikasi yang tersedia, kadang membuat dua anaknya ribut akibat rebutan smartphone. Ia menyimpulkan, belajar di lingkungan sekolah dirasa lebih baik daripada daring. “Mending anak sekolah langsung daripada daring,” pungkasnya. (rok)