PPKn Solusi Persoalan Bangsa
Krisis multidimensi yang terjadi saat ini harus segera ditangani secara komprehensif, karena jika dibiarkan akan semakin memperburuk kondisi bangsa dan negara ini.
Sebut saja bagaimana psikososial masyarakat semakin jauh dari toleran, guyub, dan gotong royong. Sikap individualisme semakin diperparah dengan gaya hidup hedon. Ini bukan tanpa sebab, karena percaya atau tidak, perubahan ini dilakukan dengan sistemik. Lihat saja bagaimana media televisi lebih banyak mempertontonkan tayangan yang unfaedah. Tayangan yang meracuni masyarakat dengan gaya hidup hedonis, kesenangan di atas segalanya. Bagaimana masyarakat digoda oleh kehidupan yang glamor, serba instan, dan pragmatis. Ini terus menerus dicekoki ke dalam jiwa dan akal masyarakat, terutama anak-anak muda. Kemudian, kecanggihan teknologi informasi yang serba liberal memperburuk mental dan karakter generasi muda. Mereka mulai kecanduan game online, jauh dari nilai-nilai sosial, bahkan yang paling buruk adalah bagaimana mereka terpengaruh oleh tontonan-tontonan yang tidak senonoh.
Dilansir dari buku Perubahan Sosial (2018) karya Joan Hesti Gita Purwasih dan Sri Muhammad Kusumantoro, perubahan sosial merupakan suatu variasi cara hidup yang telah diterima, baik karena perubahan kondisi geografis, kebudayaan, komposisi penduduk, ideologi, maupun adanya penemuan baru dalam masyarakat. Perubahan sosial tidak selalu tentang kemajuan, bisa juga tentang kemunduran. Meskipun begitu, dinamika sosial selalu diarahkan kepada gejala transformasi yang bersifat linier. Perubahan sosial tidak bisa dipandang hanya dari satu sisi saja. Sebab satu perubahan bisa mengakibatkan perubahan di sektor-sektor lainnya.
Dilansir dari buku Pengantar Ringkas Sosiologi (2020) karya Elly M. Setiadi, teori ini menggambarkan bahwa perubahan sosial bagaikan roda yang sedang berputar. Maksudnya adalah perputaran zaman merupakan sesuatu yang tidak dapat dielakan oleh siapapun dan tidak dapat dikendalikan oleh siapapun. Menurut teori ini, kebangkitan dan kemunduran peradaban sebuah bangsa mempunyai hubungan korelasional antara satu dengan lainnya, yaitu tantangan dan tanggapan. Misalnya, apabila kehidupan masyarakat mampu merespon tantangan kehidupan dan mampu menyesuaikan diri, maka masyarakat tersebut akan mengalami perkembangan dan kemajuan. Sebaliknya, apabila masyarakat tersebut tidak mampu merespon dan menyesuaikan diri terhadap tantangan, maka masyarakat tersebut akan mengalami kemunduran, bahkan kehancuran.
Melihat pemahaman perubahan sosial tersebut, jelas bisa terlihat jika perubahan-perubahan sosial yang terjadi saat ini bukan mengalami kemajuan peradaban sosial masyarakat di Indonesia, namun justru mengalami kemunduran-kemunduran secara signifikan. Ini perlu segera ditangani, agar keberadaan bangsa ini sebagai sebuah negara yang memiliki identitas jelas dan sejati, tidak luntus karena perubahan sosial yang digiringa ke dalam lubang kehancuran.
Lantas apa dan bagaimana yang harus dilakukan seorang pendidik maupun aktivis pendidikan untuk ikut terlibat mengatasi persoalan ini. Salah satu solusinya adalah menguatkan nilai-nilai Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn). Nilai-nilai ini tidak hanya wajib dikuasai kemudian ditularkan pada anak didik, tapi juga tugas seluruh tenaga pendidik maupun aktivis pendidikan. Karena dunia pendidikan tidak bisa dibelah, tapi merupakan satu kesatuan yang utuh karena menghasilkan output yang utuh pula, yaitu mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. (Pasal 3 Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional)
Namun sayangnya, durasi pembelajaran PPKn tidak tidak sebanyak pembelajaran produktif atau kejuruan di dunia SMK, atau mata pelajaran jurusan di SMA, maupun pembelajaran eksak di SMP maupun SD. Padahal, pendidikan kewarganegaraan mengajarkan kita untuk menjadi warga negara yang baik. Namun, yang seringkali terjadi adalah pendidikan kewarganegaraan dianggap sebagai hal yang tidak penting dan seringkali diremehkan dan tidak disukai. Kita lebih terfokus pada mata pelajaran lain seperti matematika, biologi, bahasa inggris, ekonomi dan lain-lain. Padahal, pendidikan kewarganegaraan salah satu mata pelajaran yang penting karena PPKn tidak berhenti pada siswa mampu menguasai materi, namun yang terpenting adalah bagaimana cara menerapkan dan menginternalisasi nilai-nilai moral dalam diri siswa sehingga menjadi karakter yang baik. Disinilah pentingnya mempelajari pendidikan kewarganegaraan, karena percuma bila generasi kita cerdas secara akademik namun tidak dibarengi dengan akhlak yang baik pula.
Pada masa sekarang ini penanaman nilai-nilai moral pada diri siswa sangat diperlukan, karena pada saat ini moral anak bangsa semakin memburuk. Terlihat dari berbagai berita penyimpangan-penyimpangan dan kenakalan remaja yang sering kita dengar di berbagai media. Penyimpangan tersebut seperti kekerasan yang terjadi disekolah yang dilakukan oleh siswa terhadap siswa lain, tawuran, pergaulan bebas, bahkan penyalahgunaan narkoba dan lain-lain. Hal tersebut menunjukkan bahwa nilai-nilai moral yang terdapat dalam Pendidikan Kewarganegaraan belum sepenuhnya terinternalisasi dalam diri siswa. PPKn juga mengajarkan kita tentang politik dan bagaimana menjadi warga negara yang aktif berpartisipasi dalam kegitan politik. Dengan kata lain melalui Pendidikan Kewarganegaraan diharapkan kita menjadi warga negara yang melek politik. Dengan demikian, jika banyak warga negara yang melek politik maka tingkat partisipasi warga negara dalam hal politik juga meningkat. Dan itu baik bagi kemajuan dan kedewasaan demokrasi di negara ini. Karena semakin masyarakat dewasa berdemokrasi, maka semakin cepat negara itu akan berkembang.
Seperti yang dikatakan oleh Winataputra & Budimansyah (2012; Kariadi, 2017: 31), pendidikan kewarganegaraan merupakan subjek pembelajaran yang mengemban misi untuk
membentuk keperibadian bangsa, yakni sebagai upaya sadar dalam “nation and character building”. Dalam konteks ini peran PPKn bagi keberlangsungan hidup berbangsa dan bernegara sangat strategis. Suatu negara demokratis pada akhirnya harus bersandar pada pengetahuan, keterampilan dan kebajikan dari warga negaranya dan orang-orang yang mereka pilih untuk menduduki jabatan publik. PPKn bertujuan untuk mempersiapkan peserta didik untuk menjadi warga negara yang baik (to be good and
smart citizens) yang memiliki komitmen yang kuat dalam mempertahankan kebhinekaan di Indonesia dan mempertahankan integritas nasional.
Selanjutnya menurut Budimansyah & Suryadi (Kariadi, 2017:31) pendidikan kewargengaraan merupakan salah satu bidang kajian yang mengemban misi nasional untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Dalam kurikulum pendidikan kewarganegaan, materi-materi yang terdapat didalamnya diharapkan akan
memberikan pemahaman kepada peserta didik mengenai informasi mengenai kewarganegaraan, yang pada akhirnya dapat meningkatkan kesadaran kewarganegaraan peserta didik dan lebih jauhnya akan mendorong peserta didik untuk ikut berperan serta dalam kegiatan kewarganegaraan dalam lingkup kecil seperti di sekolah maupun dalam lingkup yang lebih luas yaitu dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Dengan demikian, PPKn bisa dikatakan sebagai mata pelajaran yang jika diterapkan secara serius dan tersistem, bisa menjadi solusi dari persoalan bangsa. (*)
*) Pian Sopyan, S.Pd
Guru PPKn SMKS TI Muhammadiyah Cikampek