
KARAWANG,RAKA – Pengamat Pemerintahan Kabupaten Karawang, Asep Agustian, yang akrab disapa , melontarkan kritik tajam terhadap kinerja Badan Pertanahan Nasional (BPN)/ATR Karawang.
Dalam wawancara eksklusif, Askun menyoroti berbagai permasalahan yang menurutnya sudah lama membelit institusi tersebut, mulai dari dugaan pungutan liar hingga lambannya proses pengurusan sertifikat tanah.
“Kalau ada uang, proses (sertifikat tanah) cepat. Kalau tidak, mau enam bulan sampai setahun pun belum tentu jadi,” tegas Askun.
Ia menilai, kinerja BPN Karawang tidak memiliki pencapaian yang patut dibanggakan.
Menurutnya, persoalan serius bukan hanya dirasakan masyarakat yang mengurus sertifikat, tetapi juga para notaris yang kerap dipersulit dalam proses administrasi.
“Notaris aja lama-lama gak dianggap sama customer-nya karena ulah BPN ini. Apa yang mau dibanggakan? Gak ada,” tambahnya dengan nada geram.
Lebih lanjut, Askun juga menyinggung lemahnya pengawasan dari fungsi anggota legislatif di Karawang, dan ia juga mempertanyakan kinerja Komisi 1 DPRD Karawang yang dinilai tidak mampu memberikan hasil konkret terkait permasalahan yang ada di BPN.
“DPRD Karawang hanya bisa bicara mau selidiki, tapi buktinya mana? Coba buktikan hasil produknya. Ini kan sejalan dengan pesan Pak Prabowo, Presiden Indonesia, bahwa instansi pemerintah harus memprioritaskan pelayanan kepada masyarakat. Tapi bagaimana bisa terwujud kalau seperti ini?” ujarnya.
Askun juga menyinggung ketidakjelasan sikap APH terhadap dugaan pelanggaran yang terjadi di BPN.
Menurutnya, meski sudah berkali-kali muncul pemberitaan tentang pungli dalam program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL), namun tidak pernah ada tindakan tegas.
“BPN ini kebal hukum banget. Tidak ada oknum yang diproses hukum, padahal keluhan masyarakat dan notaris banyak. Kalau ada uang, sertifikat cepat jadi. Kalau tidak, ya lambat. Program PTSL yang katanya gratis pun masih banyak oknum nakal,” kritiknya.
Ia pun mendesak agar APH, baik dari kepolisian maupun kejaksaan, bersikap tegas dan tidak tebang pilih.
“Kalau APH di Karawang ini tidak berani, bubarkan saja. Untuk apa ada kejaksaan dan kepolisian kalau tidak bisa menindak? Jangan cuma dipakai untuk menakut-nakuti dinas lain,” tegasnya.
Askun menutup pernyataannya dengan harapan agar semua pihak terkait, termasuk pengawas di BPN, benar-benar serius menindaklanjuti setiap laporan masyarakat.
Ia juga berharap agar prinsip pelayanan publik yang diusung pemerintah benar-benar dijalankan.
“Dimana ada uang, barang cepat jadi. Kalau tidak, ya dipersulit. Ini yang harus diperbaiki, demi pelayanan publik yang bersih dan profesional,” tegasnya lagi.
Selain itu, askun juga menyoroti soal penerbitan sertifikat tanah di bantaran sungai yang ada di Kabupaten Karawang. Ia menilai praktik tersebut melanggar aturan dan berpotensi menimbulkan masalah lingkungan serta sosial.
“Sertifikat tanah di sepanjang bantaran aliran sungai itu produknya siapa? Itu produk BPN melalui Prona, sekarang PTSL. Jangan sampai nanti laut sudah ada sertifikat, awan atau langit pun dibuatkan sertifikat oleh BPN,” sindir Askun.
Menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 28/PRT/M/2015 tentang Penetapan Garis Sempadan Sungai dan Garis Sempadan Danau, garis sempadan sungai tidak bertanggul di kawasan perkotaan ditetapkan paling sedikit 10 meter dari tepi kiri dan kanan palung sungai sepanjang alur sungai, jika kedalaman sungai kurang dari atau sama dengan 3 meter.
“Area ini seharusnya bebas dari bangunan dan tidak dapat dimiliki secara pribadi,” jelasnya lagi.
Askun mendukung rencana pemerintah untuk melakukan normalisasi di area bantaran sungai demi kemajuan yang lebih baik.
Baca Juga : Tradisi Tukar Menukar Uang Jelang Lebaran
Namun, ia mempertanyakan apakah upaya tersebut tidak akan terhambat jika sebagian tanah bantaran sudah bersertifikat.
“Kalau ini bisa dilakukan di Kabupaten Karawang, maka Karawang akan jadi pionir. Mudah-mudahan Bupati Karawang periode 2025-2030 ini engga takut. Sikat, babat,” tegasnya.
Ia juga menekankan pentingnya ketegasan pemerintah daerah dalam menangani permasalahan ini.
“Saya tahu banget karakter Aep, karakter Bupati Karawang sekarang ini tegas. Jadi saya minta ketegasan Bupati Karawang saat ini. Kalau nggak kayak gitu, masalahnya nggak akan beres di Karawang ini,” ujarnya.
Sementara itu, Plt Kepala Kantor ATR/BPN Karawang, Jerry Deta memilih enggan berkomentar terkait ramainya keluhan pelayanan tersebut.
“Baik Kang, ada yang bisa dibantu?” tanya Jerri singkat.
Namun saat ditanya lebih jauh ihwal hak jawab terkait kritikan yang muncul, Jerri belum merespons.
Tak berhenti disitu, upaya konfirmasi lebih lanjut terus dilakukan Kasubag Tata Usaha ATR/BPN Karawang, Carsim, melalui pesan WhatsApp Dalam pesan singkat yang diterima, Carsim menyampaikan bahwa dirinya baru bertugas di Karawang dan belum sepenuhnya memahami kondisi yang ada.
Ia menegaskan bahwa setiap jenis layanan di BPN Karawang memiliki Standar Operasional Prosedur (SOP) yang harus diikuti. Setiap jenis layanan ada SOP-nya. Contohnya, untuk layanan roya atau perubahan hak, waktu penyelesaiannya lima hari kerja atau lebih. Administrasinya juga dikenakan biaya Rp50.000,” jelas Carsim.
Meski demikian, Carsim belum memberikan penjelasan lebih lanjut terkait adanya keluhan pungutan liar, lambannya proses pelayanan, hingga bantaran sungai yang sudah memiliki sertifikat yang dikeluarkan oleh BPN Karawang. (uty)