HEADLINETELUSUR
Trending

Ini Kriteria Suara Burung yang Terkena Royalti Jika Diputar di Kafe

Radarkarawang.id– Jangan asal memutar lagu, suara burung di ruang komersial. Ini kriteria suara burung yang terkena royalti jika diputar di kafe.

Komisioner Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) Dedy Kurniadi menegaskan suara burung yang disetel di kafe atau sejenisnya tetap terkena royalti.

“Saya kira sepanjang suara burung itu ada produsernya, maka karya rekaman suara burung juga akan kena royalti,” ujar Dedy,  usai dilantik jadi komisoner LMKN, seperti dikutip dari Jawa Pos, Sabtu (9/8).

Adapun LMKN mendapat mandat utama untuk menarik, menghimpun, dan mendistribusikan royalti atas penggunaan lagu dan/atau musik. Ini yang mesti dipahami.  

Baca Juga: Honorer Terancam PHK Masal

Dedy menuturkan terkait soal suara burung, menurut dia suara asli dari penyanyi asli lebih enak didengar daripada setel suara burung.

Dia menilai respons masyarakat terkait royalti tergolong berlebihan. Komisioner LMKN bakal meluruskan penerapan dari peraturan royalti.

“Bisa kita luruskan lagi. Karena, siapa masyarakat Indonesia yang tidak suka penciptanya juga sejahtera. Hal itu yang jadi kunci,” terangnya.

Sebelumnya Ketua LMKN Dharma Oratmangun menuturkan, kafe atau yang memperdengarkan suara burung atau instrumen alam dikenakan kewajiban untuk membayar royalti.

Kewajiban tersebut apabila suara atau instrumen difiksasi oleh perekamnya sehingga memiliki konsekuensi Hak Perekaman Fonogram yang terlindungi. Masyarakat perlu memahami.

Dirjen KI Kemenkum Razilu menuturkan, pelantikan dilakukan karena masa kerja komisioner LMKN sebelumnya telah usai dan yang baru dilantik akan bertugas selama tiga tahun.

Tonton juga: Hakim Syafiuddin, Berani Penjarakan anak Presiden

”Pelantikan ini dilakukan mengingat sudah berakhirnya masa jabatan komisioner LMKN periode sebelumnya,” ujarnya.

Dia berharap para komisioner itu bisa menjalankan tugas dan kewenangannya untuk memperkuat perlindungan hak ekonomi para pencipta dan pemilik hak terkait.

”Setiap rupiah yang ditarik dan didistribusikan harus dapat dipertanggungjawabkan,” ujarnya, seraya mengingatkan kembali kepada Komisioner LMKN yang baru dilantik ini.

Dalam kesempatan itu, dia juga menyinggung bahwa hadirnya Peraturan Menteri Nomor 27 Tahun 2025 bertujuan untuk memberikan kesejahteraan para pencipta.

Kemudian membeirkan kesejahteraan kepada pemegang pencipta, dan pemilik hak terkait. Dalam regulasi itu juga ada beberapa hal penting yang dicatatnya.

Pertama, perwakilan LMK yang sebelumnya tidak ada. Lalu, pemangkasan dana operasional maksimum ditetapkan 20 persen dalam aturan sebelumnya. Itu disebutkannya dipatok pada angka persis buka maksimum atau minimum.

”Mereka menetapkan hanya 8 persen, artinya kurang lebih ada 12 persen sebenarnya yang bisa dibagi kepada para pemegang hak, kepada para pencipta, kepada para pemegang hak lain-lain sebagainya,” katanya. (asy/jpg)

Related Articles

Back to top button