Kaum Miskin Kota: Penghasilan Rp20 Ribu Sehari
METROPOLIS, RAKA – Beberapa waktu lalu ada sindiran nyelekit di media sosial. Bunyinya, “Rakyat pengen kaya, sudah diwakili oleh mereka. Rakyat pengen pake mobil mewah, juga sudah diwakili mereka. Rakyat pengen rumah mewah, jangan khawatir itupun sudah diwakili mereka. Rakyat pengen gaji gede, tenang aja sudah diwakili mereka dengan senang hati kok. Rakyat pengen tempat kerja nyaman, sudah diwakili mereka. Rakyat pengen jalan-jalan ke luar negeri, sudah diwakili mereka. Jadi semua sudah terwakili oleh DPR!!”
Miris. Tapi begitulah kira-kira kenyataan pahit yang setiap saat dirasakan oleh sebagian besar warga yang hidup di bawah garis kemiskinan. Mereka acapkali dijual untuk kepentingan politik para calon legislatif. Setiap lima tahun sekali, seolah-olah mereka paling dekat dengan orang miskin. Paling merana dibanding orang miskin itu sendiri. Namun, setelah terpilih. Orang miskin tetap miskin.
Tidak lebih dari satu kilometer dari gedung DPRD Kabupaten Karawang, ada seorang pemulung yang biasa mencari botol air mineral dan kardus di Kelurahan Karangpawitan. Tinggal namanya. Di usianya yang sudah berkepala tujuh, dia tidak punya rumah, karena gubuknya di bantaran Sungai Citarum dibongkar. Kini, dia dan istrinya yang sedang mengalami pembengkakak di kaki tinggal di rumah orang lain. Tinggal dan istrinya punya Kartu Indonesia Sehat, tapi tidak ada ongkos ke rumah sakit.
Tinggal yang tercatat sebagai warga Kelurahan Tanjungpura, Kecamatan Karawang Barat, kesehariannya menjadi pemulung barang bekas seperti botol air mineral hingga kardus sejak 2002. Setiap hari dia mencari makan dengan mengumpulkan barang bekas dari Tanjungpura sampai Karangpawitan. Tinggal mulai beranjak mencari nafkah dari rumah pukul 15.00 sampai pukul 23:30. Setiap hari penghasilan hasil mungut Rp20 ribu. Dan saat ini, istri Tinggal mengalami sakit bengkak di bagian kaki namun belum sempat dibawa ke rumah sakit. Walaupun punya Kartu Indonesia Sehat, tapi tidak ada ongkos untuk pergi berobat. “Biasanya mungut teh berdua sama istri,” jelas Tinggal kepada Radar Karawang, Kamis (4/4).
Ia melanjutkan, sudah tiga tahun rumah reotnya dibongkar akibat berada di pinggir Citarum. “Abah mah numpang di batur (saya numpang di orang lain),” ujarnya.
Dia jarang membeli makan karena setiap hari ada yang berempati padanya. “Unggal poe aya wae nu mere nasi (setiap hari ada aja yang ngasih nasi),” jelasnya.
Tinggal mengaku tidak bisa berharap banyak kepada pemerintah, pasalnya jika ada bantuan rumah dari pemerintah, dia hanya punya gerobak yang biasa dipakai memungut barang bekas. “Hoyong boga imah, ngan aya bantuan oge, da abah mah teu boga lahan (pengen punya rumah, tapi kalau dapat bantuan juga, abah gak punya lahan),” pungkasnya. (cr4)