KARAWANG

Pidana dan Politik Uang Pilkades

Dian Suryana, S.P, S.H
Pengurus Persatuan Wartawan Indonesia
(PWI) Karawang

PEMILIHAN kepala desa (Pilkades) di 177 desa di Karawang, yang digelar pada tanggal 21 Maret 2021 memasuki masa tenang. Pilkades digelar berdasarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, beserta peraturan turunannya. Di tingkatan daerah diatur dengan Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2019 tentang Desa dan Peraturan Bupati Nomor 4 Tahun 2021 tentang tata cara pemilihan kepala desa. Peraturan bupati tersebut merupakan perubahan dari Peraturan Bupati Nomor 64 Tahun 2020, yang disesuaikan dengan Pilkades di tengah bencana nonalam corona virus diases 2019.

Masa tenang Pilkades berdasarkan Pasal 63 ayat 1 Peraturan Bupati Nomor 4 Tahun 2021 dilaksanakan selama 3 hari sebelum hari dan tanggal pemungutan suara. Di masa tenang tidak boleh ada kampanye baik oleh calon kades atau tim sukses, dan kegiatan-kegiatan yang bertentangan dengan aturan. Kendatipun masa tenang cenderung kontrakdiktif dengan definisinya. Suasananya menegangkan. Karena tidak ada waktu lagi bagi calon atau tim sukses untuk meraih simpati masyarakat, sehingga tidak jarang oknum melakukan segala cara semisal politik uang. Praktik vote buyying atau membeli suara dengan politik uang tidak boleh dibiarkan. Karena bertentangan dengan semangat Pasal 34 ayat 2 Undang-Undang Desa No 6 Tahun 2014 tentang Desa, bahwa pemilihan kepala desa bersifat langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil. Sayangnya, Undang-Undang Desa tidak memuat larangan dan sanksi pidana terhadap pelaku politik uang. Berbeda dengan pemilihan langsung lainnnya seperti Pemilu atau Pilkada. Pemilu diatur oleh Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, dan Pilkada diatur Undang-Undang Nomor 10 tahun 2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah, yang di dalamnya memuat larangan politik uang, sanksi pidana sampai diskualifikasi.

Politik Uang Pilkades Bisa Dipidana?
Dalam berita radarkarawang.id, edisi 14 Februari 2020 dengan judul “Politik Uang Pilkades Bisa Dibui” penjelasan dari pejabat Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa (DPMD) Karawang bahwa pelaku politik uang bisa dipidana. Dasarnya Pasal 202 Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2019, “Barang siapa yang dengan sengaja melakukan perbuatan yang bertujuan untuk menguntungkan atau merugikan salah satu calon, atau berbuat curang dengan melawan hukum untuk kepentingan pribadi atau golongan tertentu dalam pemilihan kepala desa, diancam dengan hukuman kurungan paling lama 6 (enam) bulan kurungan atau denda setinggi-tingginya Rp 50.000.000”. Namun pendapat penulis, penindakan terhadap pelaku politik uang di Pilkades dengan dasar hukum Pasal 202 Perda Nomor 4 Tahun 2019 kurang tepat. Terlebih dalam Perda tersebut pada bagian penjelasan, tidak ada penjelasan lebih lanjut tentang perbuatan yang merugikan dan menguntungkan serta perbuatan curang. Karena ketentuan sanksi pidana harus secara ekpresif verbis (lex scripta). Hal tersebut sesuai dengan salah satu prinsip asas legalitas di dalam hukum pidana yang menyatakan nullum crimen, nulla poena sine lege lex scripta (tidak ada perbuatan pidana, tidak ada pidana tanpa undang-undang tertulis). Menurut Prof Edward O.S Hiariej, baik perbuatan yang dilarang, maupun pidana yang diancam terhadap perbuatan yang dilarang harus tertulis ekpresif verbis dalam undang-undang. Tidak boleh menjatuhkan pidana hanya berdasarkan hukum tidak tertulis atau hukum kebiasaan.

Menurut penulis, penindakan terhadap pelaku politik uang di Pilkades lebih tepat menggunakan KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana). Dalam frasa Pasal 149 ayat 1 KUHP, “Barang siapa pada waktu diadakan pemilihan berdasarkan aturan aturan umum, dengan memberi atau menjanjikan sesuatu, menyuap seseorang supaya tidak memakai hak pilihnya atau supaya memakai hak itu menurut cara tertentu, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling lama empat ribu lima ratus rupiah.”. Dalam buku KUHP serta komentar-komentarnya lengkap pasal demi pasal, R Soesilo menjelaskan bahwa pemilihan menurut undang-undang umum misalnya pemilihan anggota dewan perwakilan rakyat baik pusat, maupun daerah seperti propinsi, kabupaten, kota besar, kota kecil, anggota konstituante, lurah desa dan sebagainya. Selain menjelaskan tentang pemilihan umum yang dimaksud salah satunya pemilihan kepala desa, konsekuensi dari pasal tersebut bahwa pidana bukan hanya untuk pemberi tapi juga untuk penerima. Ketentuan Pasal 149 ayat 2 KUHP, “Hukuman itu juga dijatuhkan kepada si pemilih, yang menerima suap atau perjanjian akan berbuat sesuatu,”.

Sepengetahuan penulis selama menjadi wartawan, belum pernah mendengar pelaku politik uang Pilkades di Karawang yang ditindak secara hukum. Idealnya harus ada upaya refresif terhadap pelaku politik uang. Supaya ada efek jera. Kendatipun, penggunaan instrumen hukum pidana merupakan ultimum remidium (upaya terakhir). Besar harapan, Pilkades di tengah pandemi covid tetap mematuhi protokol kesehatan sesuai dengan Peraturan Bupati Nomor 4 Tahun 2021, supaya tidak menjadi kluster baru dan tidak dikotori dengan praktik politik uang. Sehingga Pilkades di tengah pandemi bisa tercatat sebagai sejarah, Pilkades yang sukses tanpa ekses. (*)

Related Articles

Back to top button