
radarkarawang.id – Koperasi Merah Putih di Karawang menunjukkan kesiapan agresif dengan menyasar 309 desa/kelurahan. Program ini sudah memiliki fondasi hukum yang kuat, sejalan dengan Inpres Nomor 9 Tahun 2025. Namun, modal Koperasi Merah Putih tak kunjung cair.
Kepala Dinas Koperasi dan UKM (KUKM), Didin Rachmadi, memastikan legalitas tuntas setelah mengukuhkan 2.552 pengurus dan pengawas pada 19 Juli lalu. “Kesiapan legalitas itu sudah, karena sesuai dengan Inpres nomor 9,” tegas Didin, Jumat (17/10)
Dari 309 koperasi, kondisinya bervariasi. Sebanyak 35 koperasi telah mapan dengan kantor dan minimal satu unit usaha. Ada pula 154 koperasi yang masih dalam tahap rintisan, sibuk menjalin kerja sama dengan BUMN dan mitra lain. Peningkatan kualitas SDM menjadi fokus. Dinas KUKM Karawang menggelar sosialisasi di tiga tempat (Karawang, Pedas, dan Kelari) untuk para pengurus.
Didin menjelaskan bahwa sesi khusus juga diberikan kepada para pengawas di Aula Husni Hamid agar mereka betul-betul memahami tanggung jawab dan mekanisme Rapat Anggota Tahunan (RAT). Pelatihan dilakukan secara berjenjang, melibatkan kementerian dan provinsi.
Didin mengatakan bahwa saat ini sedang berlangsung pembelajaran mandiri (LMS) dilanjutkan kelas virtual dan klasikal yang melibatkan lebih dari 600 peserta dari pengurus dan pengawas.
Namun, Koperasi Merah Putih kesulitan modal. Sesuai PMK Nomor 49 Tahun 2025, koperasi berhak atas Pinjaman Dana Antara maksimal Rp3 miliar, namun dana tersebut belum cair. Pihak Dinas telah menunjuk Bank Mandiri sebagai penghubung (LO) untuk membantu pengajuan proposal modal.
Menariknya, sepuluh koperasi yang dijadikan pilot project di bawah kendali Kejaksaan telah membuktikan diri mampu beroperasi tanpa modal tunai. Mereka menggunakan skema konsinyasi. “Modalnya kepercayaan dari pihak ketiga,” ujar Didin, menjelaskan bahwa barang dibayar setelah laku.
Potensi usaha koperasi mencakup tujuh unit: pertokohan, pertanian/peternakan, perdagangan produk lokal, simpan pinjam, hingga jasa pelayanan. Koperasi didorong memanfaatkan potensi lokal, seperti menjual jasa perbaikan AC berkoordinasi dengan Dinas Tenaga Kerja. Dua kendala utama yang sulit dihindari adalah SDM dan prasarana.
Pembatasan domisili anggota hanya dari satu desa menyebabkan kualitas pengurus bervariasi. Selain itu, Didin menyebut banyak desa tidak memiliki aset tanah yang ideal untuk pembangunan gerai koperasi berstandar.
Untuk mengatasi hambatan SDM, Dinas KUKM kini diperkuat oleh 31 Tenaga Pendamping Bisnis (Bisnis Asisten). Didin berharap mereka dapat memfasilitasi rata-rata sepuluh desa, meski penempatan mereka belum merata. Ada juga 10 koordinator dari provinsi yang turut mempercepat proses pendampingan.
Sinergi pendampingan melibatkan berbagai pihak. Kejaksaan Negeri mendampingi 10 koperasi percontohan dengan memfasilitasi dana CSR. Sementara itu, Kodim Karawang juga bertugas mendampingi 7 koperasi lain, bahkan merencanakan groundbreaking pembangunan gerai.
“Ini memang tidak bisa membalikkan tangan,” kata Didin, menjelaskan bahwa mereka menjalankan tiga pola berbeda secara bersamaan: pola mandiri dengan konsinyasi, pola CSR Kejaksaan, dan pola gerai Kodim, demi mencari model terbaik.
Ke depan, Koperasi Merah Putih di Karawang diharapkan menjadi pilar ekonomi desa yang mandiri. Meskipun muncul polemik terkait jaminan dana desa untuk pinjaman, Dinas KUKM Karawang terus berkoordinasi dengan DPMD untuk memastikan gerakan ekonomi kerakyatan ini terus berjalan. (uty)