Enaknya Jajanan Legendaris
Surabi Hingga Es Ciming

PURWAKARTA, RAKA – Kabupaten Purwakarta tak hanya terkenal dengan makanan sate marangginya, tetapi juga banyak aneka ragam kuliner lain yang patut dicoba. Salah satu kuliner yang sering dicari di Purwakarta adalah surabi.
Ada satu tempat makanan surabi yang dikenal hingga ke luar daerah. Surabi Gapura Kang Dyan. Ya, pemilik kedai surabi ini dikenal dengan inovasinya mengulik berbagai varian rasa. Nah, bulan Ramadan ini, sajian spesialnya adalah surabi kurma. Varian rasa baru ini menambah daftar menu di resto Surabi Gapura Kang Dyan yang berlokasi di Kampung Cikopak, Desa Mulyamekar, Kecamatan Babakan Cikao, Kabupaten Purwakarta. “Kami hadirkan rasa kurma di bulan puasa untuk menambah minat pengunjung datang ke sini,” ungkap Kang Dyan, Owner Surabi Gapura Kang Dyan.
Dia mengatakan, surabi rasa kurma memiliki rasa manis dan gurih karena disiram dengan susu kental yang menggugah selera. Cocok sebagai menu mengawali berbuka puasa. “Dari pertama hadir surabi rasa kurma. Peminatnya lumayan banyak. Harganya Rp8.000,” katanya.
Adapun rasa lain, kata Dyan, ada rasa originial, pisang cokelat, buah naga, durian, cokelat dan rasa telur super spesial yang di dalamnya terdapat dua butir telur dengan harga berbeda. Surabi Gapura Kang Dyan selama Ramadan buka mulai pukul 15.00 WIB sampai 21.00 WIB. Lain lagi dengan warga Wanayasa. Mak Ijoh yang hanya tamatan SD, belajar otodidak untuk membuat manisan yang sudah digelutinya selama 27 tahun. “Setiap bulanya mampu memproduksi 80 kilogram manisan pala. Produknya dijual di rumah dan dititipkan di pusat oleh-oleh dengan harga Rp50.000 per kilogram,” terangnya.
Berkat pala, ia mampu membangun rumah bahkan naik haji. Mak Ijoh sangat dikenal tak pelit membagi ilmu. Dengan senang hati ia mengajari tetangga yang berminat belajar membuat manisan. Ia juga kerap diajak staf pemerintah daerah berkeliling untuk memberikan pelatihan tentang pembuatan manisan pala. “Kita berharap, anak cucu tetap meneruskan usaha manisan pala. Karena semakin banyak orang merasakan manfaat dari pala,” imbuhnya.
Pemerhati sejarah Purwakarta, Ahmad Said Widodo, menambahkan, tanaman itu diduga dibawa Belanda pada masa tanam paksa era tahun 1830-1870. “Penyebaran pala ke daerah lain dilakukan karena kas Pemerintah Kolonial Hindia Belanda terkuras habis dan mengalami kerugian akibat Perang Jawa sepanjang 1825-1830,” terangnya.
Kampung Bendul yang terletak di Desa Sukatani, Kecamatan Sukatani, Kabupaten Purwakarta, terkenal sebagai pusat oleh-oleh olahan tape. Peuyeum Bendul.
Banyak yang belum tahu, bagaimana membuat bahan dasar makanan colenak itu. Kali ini, Cici (31), perajin tape asal Kampung Bendul, berbagi cerita. Pria ini, dalam kesehariannya bergelut dengan memproduksi tape Bendul dari pagi hingga menjelang sore hari. Ia memang satu dari sekian banyak produsen tape Bendul. Cici menuturkan, dirinya menggeluti usaha pembuatan tape sejak 10 tahun terakhir. Ia mengawali mengolah dengan membeli bahan baku singkong dari petani yang tak jauh dari rumahnya.
Satu per satu singkong dikupas kulitnya, kemudian dagingnya dicuci hingga bersih. Singkong lalu dimasukkan ke dalam drum untuk proses perebusan di atas perapian menggunakan kayu bakar selama satu jam. Jika singkong telah mengambang, harus segera diangkat karena sudah matang. Selanjutnya masuk proses berikutnya, yaitu pendinginan. Cici biasa melakukan proses pendinginan dengan cara singkong dibiarkan terurai begitu saja di tempat khusus pendinginan yang menyerupai meja selama 30 menit. “Kalau sudah dingin, tape kemudian ditaburi ragi, lalu dikemas ke dalam keranjang yang beralaskan daun pisang. Tape kemudian dikirim ke para pelanggan,” ujarnya. (gan)