Purwakarta Butuh Generasi Berkarakter

BERCOCOK TANAM: Sejumlah pelajar bercocok tanam di lingkungan sekolah mereka. Program Tatanen di Bale Atikan difokuskan untuk mencetak siswa berkarakter melalui wawasan, sikap, dan perilaku ekologi. Kelak mereka diharapkan tumbuh menjadi generasi unggul.
Program Tatanen di Bale Atikan Bukan Sekedar Menanam
PURWAKARTA, RAKA – Program Tatanen di Bale Atikan dinilai tidak hanya berangkat dari ruang lingkup lokal saja, namun berkaitan dengan posisi Indonesia di kancah kompetisi global.
Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Purwakarta Purwanto mengatakan, potensi sumber daya alam yang ada di Indonesia harus dijadikan nilai lebih, sehingga bisa menjadi kekuatan untuk bersaing di tengah globalisasi.
Purwanto juga mempresentasikan program Tatanen di Bale Atikan yang sedang gencar dikampanyekan sejak beberapa waktu lalu itu. Dia merunut, program ini adalah satu dari lima program inti pengembangan karakter siswa yang digerakkan oleh Dinas Pendidikan Kabupaten Purwakarta.
“Ada program lain yang sudah lebih dahulu dieksekusi, yaitu tujuh poe atikan, sekolah anti korupsi, sekolah ramah anak dan pembelajaran kitab kuning dengan metode Purwakarta yang berkarakter,” tuturnya pada kuliah umum program pasca sarjana STAI DR KHEZ Muttaqien Purwakarta, Selasa (13/10).
Menurutnya, jangan sampai potensi SDA Indonesia terbengkalai karena SDM Indonesia hari ini sudah bergeser melupakan akar sejarahnya, yaitu sebagai negara agraris dan maritim. “Banyak SDM kita saat ini yang sudah melupakan akar sejarah sebagai bagian dari bangsa agraris dan maritim. Ini menjadi masalah strategis di masa yang akan datang. Sebab, keunggulan sumber daya alam yang kita miliki tidak akan bisa dikonversi menjadi kekuatan tanpa campur tangan SDM,” jelasnya.
Dia juga menyinggung budaya konsumtif yang makin meluas di kalangan masyarakat Indonesia. Bagaimanapun, fenomena ini adalah tren global. Namun, bukan berarti tidak bisa dilawan sama sekali. Terlebih, konsumerisme yang berkembang saat ini juga berlaku pada produk budidaya tanam. Jika ini dibiarkan berkepanjangan, akan menjadi ancaman tersendiri.
“Saya contohkan cabe rawit. Sangat sedikit dari kita yang tidak mengkonsumsi komoditas ini. Padahal, cabe bisa ditaman sendiri di rumah dengan media tanam sederhana. Tidak perlu lahan luas. Tapi, karena sifat konsumtif, kita terbiasa membeli saja dengan harga yang turun-naik tergantung situasi pasar. Otomatis, pengeluaran rumah tangga pun makin bertambah saja. Konsekuensinya, beban hidup dirasa makin berat,” ujarnya.
Purwanto juga mengatakan program tatanen di bale atikan jauh lebih signifikan dari sekedar kegiatan menanam di lingkungan sekolah. Jika misinya terbatas hanya itu saja, sebetulnya tinggal panggil tukang kebun yang jauh lebih berpengalaman.
“Namun, yang kami kehendaki bukan itu. Di ujung program ini, kami bertekad mencetak para siswa yang matang dan berkarakter secara wawasan, sikap, dan perilaku ekologi. Ketika mereka sudah berkesadaran penuh terhadap aspek ekologi, maka mereka akan tumbuh sebagai generasi unggul yang akan membawa Indonesia ke arah kemajuan. Sebab, mereka tahu siapa dirinya dan mereka tahu kedalam koneksi dengan alam dan Tuhan-nya,” kata pria yang kerap disapa Ipung itu. (gan)