Setiap Hari 10 TKW ke Luar Negeri

DAFTAR JADI TKI: Petugas Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi sedang melayani warga Karawang yang ingin bekerja di luar negeri.
Sulit Cari Kerja di Karawang
KARAWANG, RAKA – Kabupaten Karawang dikenal sebagai lumbung padi dan kawasan industri. Upahnya pun tertinggi se Indonesia. Namun, bukan berarti mendapatkan pekerjaan di Karawang mudah. Untuk penduduk aslinya saja, harus susah payah agar bisa menjadi karyawan kontrak, bahkan banyak yang akhirnya terjerumus dalam permainan calo.
Pusing dengan situasi seperti itu, banyak perempuan Kota Pangkal Perjuangan yang akhirnya memutuskan menjadi buruh migran. Caranya pun macam-macam. Legal maupun ilegal. Terpenting ekonomi keluarga tidak lagi masuk dalam kategori miskin.
Wiwin Maryani (28) misalnya. Diaa yang hanya memiliki ijazah SD itu mengaku sudah bertekad untuk bekerja sebagai TKW di luar negeri. Dia juga sudah mendapatkan izin dari suaminya untuk bekerja di sana. “Sudah diizinkan. Saya ingin bikin rumah tapi ekonomi sulit,” ujarnya kepada Radar Karawang.
Kasi Penempatan Dalam dan Luar Negeri Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Karawang I Junaedi mengatakan, setiap hari selalu ada calon TKI yang mendaftar ke Disnakertrans. “Setiap hari ada 10 orang kalau dirata-ratakan. Diberangkatkannya ke Taiwan, Malaysia, Singapura, Hongkong, Brunei Darusalam. Karena sejak 2015 tidak bisa memberangkatkan ke Timur Tengah,” ujarnya.
Berdasarkan data pada tahun 2019, kata dia, dari 3.514 TKI yang diberangkatkan, 80 persen diantaranya perempuan yang berstatus janda. Jika keberangkatan diurus melalui prosedur yang ada, maka tidak khawatir terjadi kasus yang tidak diinginkan. Sebab sebelumnya ada kontrak kesepakatan dengan PT yang memberangkatkan. Ia juga mengatakan, selain surat izin dari keluarga beserta keterangan dari pemerintah desa, syarat mutlak bagi para calon TKI ialah usia minimal juga harus bisa membaca dan menulis. “Kalau tidak ada izin dari suami atau orang tua, kami tidak merekomendasikan. Syarat mutlak jangan buta huruf,” imbuhnya.
Junaedi juga menuturkan, karena faktor sulitnya mendapatkan lapangan pekerjaan, selain masyarakat yang memiliki ijazah SD dan SMP. Tak jarang juga ada masyarakat dengan lulusan S1 menginginkan untuk bekerja sebagai pembantu rumah tangga. “Lulusan kebidanan juga ada,” pungkasnya. (nce)