
radarkarawang.id – Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Karawang mengeluarkan pernyataan tegas menolak segala bentuk peredaran minuman keras (miras) yang kian marak di sejumlah wilayah. Bahkan, tempat hiburan malam (THM) diduga jual miras ilegal.
Ketua Komisi Hukum dan Fatwa MUI Karawang, H. Iskandar Najib, menegaskan bahwa minuman keras dalam bentuk apa pun, baik yang diproduksi maupun diedarkan secara ilegal, adalah haram dan harus diberantas secara menyeluruh.
Baca Juga : Perusahaan Masih Terapkan Syarat Usia
“MUI menyatakan secara tegas bahwa khamr atau minuman keras itu haram. Apa pun bentuknya yang menjual, membeli, meminum, bahkan yang sekadar mengantarkan semuanya haram dan wajib dicegah,” tegas Iskandar, saat diwawancarai pada Selasa (03/06).
Iskandar menjelaskan bahwa salah satu tujuan utama dalam penetapan hukum Islam adalah menjaga akal. Menurutnya, peredaran minuman keras ilegal yang tidak terkendali justru mengancam prinsip dasar tersebut dan dapat menghancurkan masa depan bangsa.
“Ini bukan hanya soal aturan, ini soal menjaga masa depan generasi kita. Kalau dibiarkan, akan merusak akhlak dan akal sehat anak muda. Pemerintah harus lebih dari sekadar mengimbau—harus ada tindakan nyata,” ujarnya.
Sementara itu, Pelaksana Tugas (Plt) Sekretaris Satpol PP Kabupaten Karawang, Adi Firmansyah, menegaskan bahwa pihaknya tidak akan tinggal diam terhadap pelanggaran yang terjadi. Khususnya, terhadap tempat-tempat yang menjual minol tanpa izin resmi atau yang melanggar aturan zonasi.
“Perda sudah jelas mengatur tentang pengendalian dan pengawasan minol. Hanya hotel bintang tiga ke atas dan THM yang punya izin lengkap dari Disperindag dan Bea Cukai yang boleh menjual alkohol. Kalau tetap bandel, kami tak segan untuk langsung operasi dan tindak tegas,” tegas Adi.
Tonton Juga : DIPECAT MARINIR, JADI TENTARA BAYARAN RUSIA
Adi menjelaskan bahwa selama ini Satpol PP tergabung dalam tim pengawasan terpadu yang dipimpin oleh Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag). Mereka rutin melakukan verifikasi langsung ke lapangan untuk mengecek kelengkapan izin dari THM yang ingin menjual minuman beralkohol.
Namun di sisi lain, masih ditemukan banyak pelanggaran di tempat-tempat seperti warung kelontong, toko jamu, dan minimarket di dekat fasilitas pendidikan dan rumah ibadah, yang jelas tidak diperkenankan menjual minuman beralkohol berdasarkan aturan zonasi.
“Kalau jaraknya dekat dengan sekolah atau tempat ibadah, izinnya jelas tidak bisa keluar. Kalau masih nekat menjual, itu sudah ilegal. Sanksinya bisa sampai pencabutan izin atau penutupan tempat. Dan itu sudah pernah kami lakukan,” ungkapnya.
Lebih lanjut, Adi menyebutkan bahwa penanganan minuman keras ilegal tidak bisa hanya dilakukan oleh satu pihak. Diperlukan sinergi antara berbagai institusi, mulai dari kepolisian, kejaksaan, hingga pengadilan. Sebab, barang bukti berupa minuman keras juga harus dimusnahkan sesuai prosedur hukum.
“Penindakan harus menyeluruh. Kalau tidak, peredaran minol akan terus menjadi persoalan laten. Kami juga mengimbau masyarakat, khususnya generasi muda, agar tidak menjadikan momen kelulusan atau perayaan lainnya sebagai ajang mabuk-mabukan. Itu bukan budaya kita,” tambahnya.
Data dari Satpol PP dan Disperindag menunjukkan bahwa hanya sebagian kecil tempat hiburan malam di Karawang yang memiliki izin resmi untuk menjual alkohol. Sisanya masih dalam proses pantauan ketat atau telah mendapatkan teguran. MUI dan pemerintah daerah sepakat bahwa peredaran minuman keras ilegal bukan semata pelanggaran administratif, melainkan sudah menyentuh aspek moral, sosial, dan keagamaan.
Pemerintah pun diminta lebih tegas dan berani mengambil tindakan hukum terhadap pelaku dan pelanggar. “Kami tidak menolak hiburan, tapi hiburan yang melanggar hukum dan merusak moral harus dihentikan. Ini bukan hanya soal iman, ini juga soal masa depan bangsa,” tutupnya. (uty)