Tak Sekadar Menghafal Quran
-Ingin Memberi Orangtua Mahkota di Surga
KARAWANG, RAKA – Di bulan suci Ramadan ini sangat disayangkan jika diisi oleh hal-hal tak berguna seperti main game, nonton tv, nongkrong, atau tidur sepanjang hari. Karena di bulan yang sangat istimewa ini banyak rahmat yang diturunkan Allah kepada manusia. Maka seharusnya umat Islam memperbanyak kegiatan positif agar setelah melalui bulan puasa, menjadi pribadi yang lebih baik dari sebelumnya.
Ustazah Rohaeni sekaligus guru ngaji di Desa Wancimekar mengatakan, untuk mengisi waktu luang di bulan Ramadan, lebih banyak dengan mengaji bersama anak didiknya.
Tak hanya itu, jadwal mengaji yang biasa dilakukan usai magrib, kini menjadi lebih intensif dengan memanfaatkan waktu ngabuburit seperti usai salat ashar, subuh dan zuhur. “Memang tidak ada larangan untuk mengaji kapanpun itu, justru semakin kita sering membaca dan mengaji Alquran, maka semakin baik juga kita dalam mendekatkan diri kepada Allah,” ujarnya kepada Radar Karawang.
Menurutnya, sangat disayangkan jika di bulan yang penuh pengampunan ini, hanya diisi dengan aktivitas yang biasa saja. Apalagi jika hanya bermalas-malasan dan tidur untuk menunggu bedug magrib. “Perbanyaklah kegiatan positif di bulan suci ini, jangan dijadikan alasan karena berpuasa kita menjadi lemah untuk melakukan segala aktivitas,” ungkapnya.
Ahmad Fairuz Jauhari (16) warga Cikampek mengaku sejak empat tahun terakhir mati-matian menghafal Quran. Karena baginya, salah satu yang bisa membuat orangtuanya bahagia adalah melihatnya bisa menghafal Alquran. “Alhamdulillah pernah menghafal 10 juz. Sekarang masih diulang-ulang,” ungkapnya.
Ia melanjutkan, motivasi terbesarnya menghafal Alquran adalah karena ingin memakaikan mahkota ke orangtuanya di akhirat kelak. “Seorang hafiz Quran 30 juz akan memakaikan kedua orangtua mahkota di surga. Itu motivasi saya,” ujarnya.
Remaja yang kini masih duduk di bangku kelas XII SMK Muhammadiyah 1 Cikampek itu mengatakan, kesulitan terbesar menghafal Alquran adalah kerap dihinggap rasa malas hingga ngantuk. “Insya Allah terus berusaha melawan kemalasan saya ini,” tuturnya.
Ia menceritakan, awal mula dia menghafal Quran saat menjadi santri di salah satu pondok pesantren di Kotabaru. Dia yang kesehariannya banyak menghabiskan waktu menghafal Quran, merasa malu jika terlalu banyak menceritakan tentang dirinya. Bahkan, untuk sekadar difoto saja sungkan. “Sudah ya, saya malu kalau harus banyak bicara. Dan mohon foto saya juga tidak dimuat,” pintanya.
Namun, dia berharap para remaja saat ini bisa menghabiskan waktu dengan hal positif. Karena di kehidupan yang singkat ini, tidak ada yang bisa tahu kapan dipanggil oleh Yang Maha Kuasa. “Menjadi penghafal Quran tidak ada ruginya,” katanya.
Miftahudin, guru Pendidikan Agama Islam mengatakan, salah satu penawar dari banyaknya pengaruh negatif di media sosial maupun pergaulan anak adalah pembiasaan-pembiasaan baik. “Anak harus selalu diajak dekat dengan Allah, agar pengaruh negatif bisa hilang,” tuturnya.
Ia berharap, upaya yang dilakukan oleh sekolah bisa membuat anak-anak menjadi kaum terpelajar yang berakhlak mulia. Karena jika dibiarkan begitu saja, bukan tidak mungkin masyarakat akan kehilangan generasi berbudi luhur. “Anak-anak nanti pasti jadi bagian dari masyarakat. Maka harus dipupuk dulu dengan pengaruh baik, agar saat mereka terjun di masyarakat sudah menjadi kaum terpelajar berakhlak mulia,” ujarnya. (psn)