HEADLINE
Trending

Anak Yatim Hamil Tujuh Bulan Diperkosa Tiga Pria

Dewan Minta Pelaku Dihukum Tegas

KARAWANG,RAKA – Nasib tragis menimpa seorang anak yatim di Karawang yang menjadi korban pemerkosaan tiga pria hingga hamil tujuh bulan. Mirisnya, korban bahkan harus keluar dari sekolahnya karena kondisi yang dialami.

Peristiwa memilukan ini memicu keprihatinan berbagai pihak, termasuk Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Karawang, P2TP2A, hingga anggota DPRD setempat.

Kepala DP3A Karawang, Wiwiek Krisnawati, menegaskan bahwa pihaknya telah bergerak cepat memberikan pendampingan kepada korban sejak laporan diterima.

“Kami sudah melakukan penjangkauan agar korban terlindungi, termasuk memastikan kondisi psikologisnya dengan berkoordinasi bersama psikolog dan tim kesehatan,” ujar Wiwiek.

Tak hanya itu, DP3A juga memastikan korban tetap melanjutkan pendidikannya. Meski harus mengundurkan diri dari sekolah asal, korban kini telah didaftarkan di Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM).

“Kami ingin pendidikan korban tidak terputus. Korban sudah terdaftar di PKBM di Karawang Kota agar bisa melanjutkan pendidikan tingkat menengah pertama,” jelasnya.
Untuk kesehatan korban, DP3A berkoordinasi dengan Dinas Kesehatan melalui Puskesmas.

“Korban memerlukan pemantauan khusus, apalagi kondisi kehamilannya yang membutuhkan perhatian lebih,” tambah Wiwiek.

Regina, perwakilan dari P2TP2A Karawang, menyampaikan keprihatinan terhadap kondisi psikis korban.

“Dia masih anak-anak, belum siap secara mental untuk menjadi seorang ibu. Itu yang kami jaga, termasuk kesehatan reproduksinya,” ungkap Regina.

Pihaknya juga terus berkoordinasi dengan tenaga medis untuk memastikan kesehatan korban, termasuk kondisi kandungan yang saat ini sudah memasuki usia tujuh bulan.
“Kami terus memantau melalui Puskesmas dan berusaha memberikan pendampingan terbaik,” tambahnya.

Baca Juga : Disnakertrans Tumpul Tindak Sponsor PMI Ilegal

DP3A Karawang juga mengimbau masyarakat agar lebih berani melaporkan kasus kekerasan seksual.

“Kita tidak bisa bergerak sendiri. Perlu dukungan masyarakat, pemerintah desa, dan media. Masih banyak korban yang takut bersuara karena takut dikucilkan atau dibully,” jelas Wiwiek.

Sementara itu, Akademisi Hukum sekaligus Anggota DPRD Karawang, Dr. Dede Anwar, menegaskan pentingnya penegakan hukum yang tegas terhadap pelaku.

“Ini bukan lagi soal opini atau praduga, ini soal fakta. Hukum harus segera ditegakkan, jangan hanya reaktif saat viral. Korban butuh keadilan, dan hukum harus hadir memberi kepastian,” tegasnya.

Dede menyoroti pentingnya keberanian aparat penegak hukum dalam mengambil tindakan cepat.

“Jangan sampai muncul stigma ‘no viral, no justice’. Penegakan hukum harus berjalan meskipun tanpa sorotan media. Ini bukan soal viral, tapi soal keadilan yang harus dirasakan oleh korban dan masyarakat,” lanjutnya.

Kasus ini menjadi sorotan serius di Karawang. Pemerintah daerah dan pihak terkait terus berupaya memberikan perlindungan serta pendampingan optimal bagi korban.
Selain itu, desakan kepada aparat penegak hukum untuk segera memproses kasus ini juga terus menguat.

Peristiwa tragis ini bukan hanya mencerminkan ketidakadilan yang dialami korban, tetapi juga menjadi cermin perlunya perbaikan dalam sistem perlindungan anak di Indonesia.

Masyarakat diharapkan tidak lagi ragu untuk bersuara demi menghentikan kekerasan terhadap perempuan dan anak.(uty)

Related Articles

Back to top button