RadarKarawang.id – Larangan penggalangan dana di jalan ternyata tuai kritik. Itu menyusul terbitnya Surat Edaran (SE) Gubernur Jawa Barat Nomor 37/HUB.02/KESRA tentang Penertiban Jalan Umum dari Pungutan atau Sumbangan Masyarakat, sorotan publik pun mengalir deras.
Salah satunya datang dari Anggota Komisi IV DPRD Kabupaten Karawang, Anwar Hidayat, yang menanggapi kebijakan tersebut dengan nada kritis namun konstruktif.
“Secara yuridis, kebijakan ini punya dasar hukum yang jelas, tujuannya baik, yaitu menjaga ketertiban lalu lintas dan mencegah penyalahgunaan dana oleh oknum tak bertanggung jawab,” ujar Anwar saat ditemui di Gedung DPRD Karawang, Rabu (16/4).
Namun demikian, ia mengingatkan bahwa kebijakan tersebut jangan sampai mengabaikan nilai-nilai sosial dan budaya yang telah mengakar kuat di tengah masyarakat.
Menurutnya, praktik penggalangan dana di jalan bukan sekadar aktivitas ekonomi, tetapi bagian dari semangat solidaritas dan budaya gotong royong yang hidup sejak lama.
“Banyak masyarakat yang menggalang dana untuk membangun masjid, membantu tetangga yang sakit, atau mendukung kegiatan sosial lainnya. Ini tidak bisa dihapus begitu saja,” tegasnya.
Anwar pun menekankan pentingnya pendekatan bijak dalam implementasi kebijakan.
Untuk itu, ia mendorong agar pemerintah membuka jalur-jalur legal dan terorganisir sebagai alternatif penggalangan dana yang tetap mengedepankan keteraturan tanpa mematikan semangat kebersamaan.
Baca juga: Objek Cagar Budaya Belum Terjamah Semua
“Penggalangan dana sebaiknya dialihkan ke jalur-jalur yang tertib seperti melalui masjid, koperasi syariah, lembaga sosial resmi, atau bahkan platform digital. Pemerintah harus hadir memfasilitasi,” ujarnya.
Sebagai wakil rakyat, Anwar menyatakan kesiapannya untuk menjadi jembatan antara masyarakat dan pemerintah dalam mencari solusi terbaik. Ia berharap kebijakan ini tidak hanya menjadi alat penertiban, tetapi juga sarana pemberdayaan.
“Intinya, aturan ini harus diterapkan secara bijak, adil, dan berpihak pada rakyat. Jangan sampai niat baik berubah jadi ketimpangan sosial yang menekan budaya gotong royong yang sudah mengakar,” pungkasnya.
Yuyun Yunani (40), salah satu warga yang terlibat dalam penggalangan dana untuk pembangunan Masjid Jami Miftahus Sa’adah, Telagasari, tak bisa menyembunyikan kebimbangan.
“Iya sempet denger soal edaran itu. Jadi ragu juga, lanjut apa enggak. Tapi kami nunggu aja dari desa. Kalau harus berhenti, ya berhenti. Tapi masjidnya gimana nanti?” ucapnya lirih.
Dalam sehari, hasil dari penggalangan bisa mencapai Rp 250 ribu, Rp 150 ribu untuk pembangunan masjid, sisanya dibagi tiga sebagai upah jerih payah mereka.
Bukan keuntungan yang mereka cari, tapi keberkahan dari jariyah yang diyakini akan mengalir hingga akhir hayat.
Tonton juga: Hyme Kopassus Ternyata Diciptakan Titiek Puspa
Kini, yang mereka butuhkan bukan hanya dana, tapi juga kebijakan yang berpihak dan solusi yang adil.
Warga berharap jika pemerintah meminta penggalangan di jalan dihentikan,
maka harus ada jalan lain yang dibukakan, agar rumah ibadah yang tengah mereka perjuangkan bisa berdiri, bukan hanya di atas tanah, tapi juga di atas rasa keadilan. (uty)