Kendaraan Pribadi Pesaing Utama

RENGASDENGKLOK, RAKA – Bukan ojek online atau angkutan umum lain, meningkatnya pemilik kendaraan roda, menjadi penyebab utama kemerosotan pelanggan angkot.
Sopir angkot Rengasdengklok-Tanjungpura, Aja (26) mengatakan, pengaruh sepinya penumpang angkutan umum trayek Rengasdengklok-Tanjungpura, akibat banyaknya masyarakat yang mempunyai kendaran pribadi, terutama jenis roda dua, ditambah ojek online yang kian berkembang di Rengasdengklok.
“Sehari-hari saya terbantu sama langganan siswa di sekolah,” tuturnya kepada Radar Karawang, Rabu (7/8).
Warga Dusun Jayakerta, Desa Kemiri Kecamatan Jayakerta ini meneruskan, pelangganya ramai saat pagi dan sore. Sedangkan waktu siang, dirinya memilih untuk istirahat dan menunggu langganan anak sekolah di depan SMPN 1 Kutawalauya.
“Saya antar jemput langganan anak sekolah dari Kemiri ke seklolah SMPN 1 Kutawaluya, pulang perginya cuma Rp5.000,” ujarnya.
Minimnya pelanggan, membuat Aja mendapat penghasilan pas-pasan. Setiap hari dia harus bayar setoran Rp50 ribu dari jam 06.00 sampai jam 12.00, Rp80 ribu dari jam 06.00 sampai jam 15.00 dan Rp100 ribu dari jam 06.00 sampai jam 18.00.
“Kalau untuk uji kir bukan urusan saya. Tapi kalau retribusi saya yang bayar, paling Rp2000 sehari,” ungkap pria yang mulai jadi sopir sejak 2018 itu.
Kondisi serupa dialami, Asep Feri (42), sopir angkot trayek Johar-Cikampek. Semakin hari penghasilannya kian menurun. Dalam sehari, ia hanya mendapatkan penghasilan paling banyak Rp100 ribu. Padahal, 5 tahun lalu, penghasilan cukup besar. “Kalau dulu Rp200 ribu kadang Rp300 ribu. Itu zaman dulu waktu BBM masih murah. Kalau sekarang boro-boro Rp300 ribu. Dapat Rp100 ribu juga sudah alhamdulillah. Kadang hanya dapat Rp50 ribu sisa setor ke bos itu,” ungkap Asep.
Sepinya penumpang, terusnya, karena sudah banyak angkutan berbasis online. Selain itu, tidak dipungkiri juga bahwa saat ini banyak masyarakat yang sudah mempunyai kendaraan pribadi. “Ojek online, Grab Car itu jelas berpengaruh. Karena masyarakat kalau yang ngerti lebih milih naik online,” katanya.
Saat ini, dia hanya mengandalkan penumpang dari kalangan pelajar dan buruh pabrik serta ibu rumah tangga. “Kalau bisa siswa jangan bawa HP dan jangan bawa motor. Karena kalau gak bawa HP kan gak bisa pesen ojek online. Terus jangan dibolehkan juga bawa motor sendiri. Karena itu mengurangi penghasilan angkot,” ungkapnya.
Ia berharap, pemerintah daerah juga turut menyikapi dan menyoroti soal itu kondisi tersebut. “Harusnya ada kebijakan dari pemerintah biar angkot itu tetap ada dan tidak hilang ditelan zaman. Karena bagaimana nasib kami para sopir,” ujarnya.
Dihubungi terpisah, anggota DPRD Kabupaten Karawang Acep Suyatna mengatakan, angkot memang menjadi salah satu bagian yang permasalahan yang diperhatikan selama dirinya duduk di Komisi III. Jika memang dirasa perlu ada regulasi untuk melindungi keberadaan angkot, dia menyarankan para sopir melayangkan surat dan beraudiensi untuk kemudian ditindaklanjuti oleh Komisi III. “Nanti kami di DPRD akan mengkaji dan membahas bersama. Sekarang juga sudah ada raperda yang berhubungan dengan Dishub. Salah satunya tentang angkot,” pungkasnya. (cr4/nce)