
Ngetem Lama, Hentikan Kendaraan Mendadak
KARAWANG, RAKA – Kenyamanan menggunakan angkot, menjadi salah satu penyebab beralihnya masyarakat menggunakan transportasi pribadi ataupun online. Salah satu yang sering dikeluhkan, angkot sering ngetem di sembarang tempat.
Salah satu penjual garam di Gempol Tanjungpura, Wawan (36) menuturkan, sebelum mengendarai motor pribadi, kurang lebih lima tahun dirinya menggunakan jasa angkutan umum untuk belanja kebutuhan dagangannya. “Lima tahun saya belanja garam pakai angkot. Jadi paham betul kondisi angkot seperti apa,” ucapnya.
Memang, lanjutnya, tak semua sopir angkot ugal-ugalan, ada juga sopir angkot yang sopan dan sesuai dengan kriteria keinginan penumpang. Namun, mayoritas sopir angkot ugal-ugalan saat mengendarai mobil isi 14 penumpang ini. “Pokoknya jangan pernah ikutin angkot dari belakang, suka minggir ngedadak,” terangnya.
Yang paling ia tidak suka, tambah Wawan, angkot suka menurunkan penumpang bukan di tempat tujuan, rawan copet, lambat dengan alasan nunggu penumpang atau ngtem. Bahkan ada juga yang sopirnya masih remaja. Padahal, jika angkot ditata sedemikian rupa, trayeknya dibenahi dan membuat nyaman penumpang, angkot bisa menjadi kendaraan umum yang paling disukai masyarakat.
Selain ongkosnya yang relatif murah, angkot juga tidak sulit ditemukan. “Kalau penumpang kosong, terasa jadi raja karena bisa selonjoran dan salah satu angkutan umum yang unik, karena penumpangnya bisa saling berhadapan,” ucapnya.
Di tempat yang sama, Udin (53), salah seorang pensiunan kelurahan di Kecamatan Karawang Timur, mengaku sudah lama sekali tak menggunakan jasa angkot. Terlebih ketika banyaknya sepeda motor. “Bukan jarang lagi sih, hampir keitung jari. Kalau terpaksa karena penting, tapi gak ada kendaraan baru naik angkot. Tapi biasa saja sih. Beberapa kejadian itu baru katanya-katanya saja,” ungkapnya.
Ditemui terpisah, Engkos, sopir angkot Badami-Galuhmas menilai, sepinya penumpang karena masyarakat kini lebih memilih yang mudah, cepat dan singkat. Keberadaan transportasi online menjadi salah satu penyebab menurunnya penumpang angkot. Angkutan kota hanya bisa mengantar penumpang sampai depan jalan dan tidak bisa masuk langsung ke rumah penumpang, sementara transportasi online bisa langsung ke depan rumah. “Kalau dalam satu hari saya hanya dapat Rp60 ribu. Saya setor ke pemilik angkot hanya bisa setor Rp40 ribu rupiah, dan sisanya buat keluarga. Bisa dibayangkan, segitu mau cukup buat apa?” jelasnya.
Sopir lainnya, Wawan (30), warga Kampung Kalipandan, Desa Sukaluyu, Kecamatan Telukjambe Timur mengaku, tahun ini merupakan tahun sulit bagi sopir angkot. Ia meminta pemerintah bisa membuat formula agar penumpang kembali minat terhadap angkutan umum. “Kalau bisa mah kendaraan Grab-nya kalau bisa dibatasi atau bagaimana gitu, agar kami juga bisa tetap bertahan, itu harapan kami. Ya Kami juga sama punya anak dan istri. Kalau dikatakan butuh ya kami memang hidup dari menjadi sopir angkutan umum,” harapnya. (rok/yfn)