Karawang
Trending

Ketua MUI Ingatkan Larangan Mencukur Rambut

KARAWANG, RAKA – Menjelang perayaan Hari Raya Idul adha, Ketua Majelis Ulama Indonesia ( MUI ) Kabupaten Karawang, KH Tajuddin Nur, memberikan pengingat penting kepada umat Islam yang berniat melaksanakan ibadah kurban.

Ia menyoroti salah satu sunnah Nabi Muhammad SAW yang seringkali terabaikan, yakni larangan memotong rambut dan kuku selama sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah bagi mereka yang akan berkurban.

Baca Juga : Komisi IV Kunjungi RS Permata Keluarga

“Yang banyak orang belum tahu, bahwa orang yang berniat berkurban dari tanggal 1 sampai 10 Dzulhijjah dilarang mencukur rambut, kumis, memotong kuku, dan sebagainya,” ungkap KH Tajuddin saat ditemui di Kantor MUI Karawang, Selasa (3/6).

Menurutnya, larangan ini bukan sekadar peraturan fiqih, tetapi juga sarat dengan makna spiritual dan simbolik.

“Ini adalah bentuk tafakur, perenungan diri, serta wujud empati kita terhadap hewan yang akan dikurbankan. Kita diajak untuk ikut merasakan proses pengorbanan itu, bukan hanya secara materi, tapi juga secara fisik dan batin,” jelasnya.

KH Tajuddin menjelaskan bahwa larangan ini merujuk pada hadits shahih dari Ummu Salamah RA, di mana Rasulullah SAW bersabda:

“Apabila kamu telah melihat bulan baru daripada Dzulhijjah, dan salah seorang kamu berkehendak akan berudhiyyah (berkurban), maka hendaklah ia menahan dirinya daripada memotong rambutnya dan kukunya.” (HR Al Jama’ah)

Tak hanya itu, dalam riwayat lain disebutkan:
“Jika telah memasuki 10 hari pertama bulan Dzulhijjah dan salah satu dari kalian berniat untuk berkurban maka janganlah ia menyentuh (memotong) rambut dan kulit yang tumbuh rambut sedikit pun.” (HR Muslim)

Menurut KH Tajuddin, larangan ini hanya berlaku bagi orang yang berniat menyembelih hewan kurban, bukan bagi seluruh anggota keluarganya.

Tonton Juga : MASLANI, DARI BRIPKA HINGGA WAKIL BUPATI

“Kalau satu keluarga berkurban atas nama kepala keluarga, maka larangan ini hanya berlaku bagi si pengurbannya, bukan semuanya,” tegasnya.

KH Tajuddin juga memberikan penjelasan bagi umat Islam yang mungkin sudah terlanjur memotong kuku atau mencukur rambut di awal Dzulhijjah, tanpa mengetahui adanya larangan tersebut.

“Kalau sudah terlanjur, maka hukumnya makruh, tapi tidak sampai membatalkan kurban. Ibadah kurbannya tetap sah, tapi kurang sempurna dari sisi keutamaan,” terangnya.

Ia menambahkan, menjaga diri dari memotong rambut dan kuku bukan hal yang sulit, namun membutuhkan kesadaran dan niat yang tulus dalam menjalankan sunnah Rasulullah SAW.
KH Tajuddin juga mengajak masyarakat Karawang, khususnya umat Islam, untuk menjadikan momen Dzulhijjah ini sebagai waktu untuk memperdalam spiritualitas dan meningkatkan kualitas ibadah.
Selain larangan mencukur dan memotong kuku, ia juga menganjurkan umat untuk memperbanyak amalan sunnah seperti puasa Dzulhijjah, dzikir, doa, dan sedekah.

“Sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah ini adalah hari-hari terbaik dalam setahun. Bahkan amal yang dikerjakan pada hari-hari ini lebih utama daripada jihad di jalan Allah, kecuali orang yang pergi berjihad dan tidak kembali,” ujarnya mengutip hadits Nabi SAW.

Melalui pengingat ini, KH Tajuddin berharap umat Islam tidak hanya melaksanakan ibadah kurban sebagai formalitas tahunan, tetapi benar-benar memahami nilai spiritual dan sosial di baliknya.
“Ibadah kurban adalah simbol keikhlasan, ketaatan, dan kepedulian terhadap sesama. Jangan hanya disiapkan hewannya, tapi juga siapkan niat, ilmu, dan jiwa kita,” pungkasnya.(uty)

Related Articles

Back to top button