
radarkarawang.id – Dalam dugaan kasus kelalaian saat menangani pasien anak bernama Tiara atau T, polisi periksa kepala perawat RS Permata Keluarga. Saat ini, proses penyelidikan masih terus berlanjut.
Peristiwa bermula saat Tiara menjalani prosedur pemasangan infus di RS Permata Keluarga. Namun, alih-alih mendapatkan penanganan dengan baik, sang anak justru mengalami kesakitan luar biasa.
12 kali gagal dipasangi jarum infus sehingga membuat kulitnya memar. Akibat kejadian ini, Indah Sari Dewi bersama kuasa hukumnya melaporkan rumah sakit yang berada di kawasan Galuh Mas ini ke Mapolres Karawang. Kamis (22/5), polisi memanggil kepala perawat RS Permata Keluarga.
Namun sayangnya, setelah diperiksa polisi, pihak RS Permata Keluarga bungkam ketika diwawancara media.
Baca Juga : 8 Tahun Tanpa Kompensasi
Ibu Tiara, Indah Sari Dewi sangat menyayangkan adanya kejadian ini. Ia menyebut anugerah dari langit, jawaban dari doa yang dilantunkan selama delapan tahun penuh air mata.
Empat kali program bayi tabung gagal. Namun Indah tak pernah menyerah. Hingga akhirnya, di upaya kelima, Tiara hadir membawa sinar kehidupan. Tapi sinar itu kini redup. Digantikan ketakutan, trauma, dan luka yang tergores di usia yang belum genap lima tahun.
“Tiara itu anak yang aku perjuangkan dengan seluruh jiwa raga,” ucap Indah lirih, matanya berkaca-kaca, Kamis (22/5).
“Delapan tahun aku tunggu dia, empat kali gagal bayi tabung. Tapi saat aku pikir perjuangan itu selesai, ternyata penderitaanku baru dimulai,” timpalnya lagi.
Tonton Juga : 30 TAHUN BERJUALAN DI GUNUNG LAWU
Indah menceritakan bagaimana Tiara, yang dirawat di Rumah Sakit Permata Keluarga Karawang dengan fasilitas super VVIP, justru mengalami perlakuan yang jauh dari layak.
Dalam rekaman yang ia miliki, terlihat empat orang memegangi tubuh mungil T yang mash berusia 4 tahun saat prosedur pemasangan infus dilakukan. T diusianya yang masih belia, telah mengalami kegagalan pemasangan infus berulang kali hingga pecah pembuluh darah. Bukan hanya fisik yang terluka, tapi jiwa anak kecil itu kini menyimpan ketakutan mendalam.
“Sejak kejadian itu, Tiara jadi takut lihat orang ramai. Dia menangis, menjerit kalau lihat orang berkumpul. Padahal sebelumnya dia anak yang ceria. Sekarang, dia lebih memilih diam, menutup diri,” cerita Indah sambil menyeka air mata.
Kalimat sederhana dari bibir kecil Tiara menjadi hantaman paling menyakitkan bagi seorang ibu. “Dia bilang, ‘Mama, Tata mau di rumah aja, takut disuntik.’ Setiap kali saya ajak ke psikolog, dia ulangi kalimat itu. Bayangkan, anak umur empat tahun harus menjalani terapi karena trauma dari ruang rumah sakit. Sakit hati saya, sangat sakit,” terangnya.
Indah, dengan suara gemetar, memohon pertolongan. Bukan hanya untuk dirinya, bukan hanya untuk anaknya, tapi untuk semua anak yang bisa saja suatu hari mengalami nasib serupa.
“Saya mohon kepada Kang Dedi, tolong bantu kasus saya. Jangan sampai ada Tiara-Tiara lain yang jadi korban. Kami bayar kelas super VVIP, tapi diperlakukan seperti ini. Kalau kami saja seperti ini, bagaimana nasib yang pakai BPJS?” ucapnya.
Kisah anak Indah ini bukan sekadar berita. Ini adalah potret dari sistem pelayanan kesehatan yang perlu ditinjau ulang dari hati, bukan hanya dari prosedur. Tangis Indah adalah suara yang harus didengar. Bukan hanya oleh pejabat, tapi oleh siapa pun yang masih punya nurani. Kini kasusnya, oleh pihak kepolisian masih dalam tahap lidik untuk mendalami kasus tersebut, dan sejumlah pihak dari RS Permata Keluarga telah memenuhi panggilan Polres Karawang. (uty)