HEADLINE

Harga BBM Mencekik
-BLT Hanya Sementara

KARAWANG, RAKA – Kenaikan harga BBM subsidi mulai terasa dampaknya. Masyarakat mengeluh harus mengeluarkan kocek tak sedikit setiap harinya. Selain menambah jatah untuk membeli BBM, mereka juga harus rela antre cukup panjang jika ingin mengisi pertalite. Sedangkan Bantuan Langsung Tunai (BLT) BBM sifatnya hanya sementara.
Ketua Pengurus Cabang Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PC PMII) Riri Reza Anshori mengatakan, kenaikan harga BBM jadi masalah besar disaat masyarakat secara bertahap pemulihan ekonomi. Menurut Reza, pemerintah perlu menyikapi dengan kebijakan dengan tepat. Jika tidak, maka dapat terjadinya jarak harga kebutuhan pokok. “Jika kebijakan yang hari ini tidak di sikapi secara serius maka akan terjadi disparitas yang begitu terjal, karena masyarakat sedang dalam tahap pemulihan ekonomi,” katanya.
Open (33) warga Dusun Kaliwedi, Desa Cengkong, Kecamatan Purwasari, yang bekerja sebagai pegawai serabutan mengaku tidak menerima bantuan BLT BBM bersubsidi, padahal pemasukan dirinya dalam satu bulan tidak mencapai satu juta rupiah. “Saya mah dari dulu tidak pernah dapat bantuan, gak tatu kenapa,” tandasnya.
Anggota Komisi VIII DPR RI Nur Azizah Tamhid menilai kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) memberatkan rakyat kecil. Menurutnya BLT BBM yang diambil dari Kas Negara senilai Rp 12,4 triliun bukanlah solusi. Meskipun pemerintah menyalurkan BLT, tetapi hanyalah sementara. BLT tersebut tidak sebanding dengan dampak jangka panjang yang dirasakan masyarakat kecil. “Besaran BLT BBM senilai Rp 600 ribu akan dibagikan kepada 20,65 juta masyarakat Indonesia yang terdaftar dalam DTKS yang diberikan dalam dua tahap dalam rentang 4 bulan,” ungkap Nur Azizah dalam siaran persnya, baru-baru ini. “Dana yang diberikan tidak sebanding dengan dampak jangka panjang yang akan timbul,” sambungnya.
Politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) tersebut menambahkan kenaikan harga BBM bersubsidi Pertalite dan Solar di saat kondisi ekonomi global tidak menentu akhirnya harus ditanggung oleh masyarakat. Menurutnya, hal itu seharusnya menjadi tanggung jawab pemerintah dalam mengendalikan penggunaan BBM bersubsidi, sehingga tidak menyebabkan volume penggunaannya melonjak tajam. “(Kenaikan harga BBM) ini tentu mencekik masyarakat kecil, seperti nelayan di beberapa wilayah yang mengandalkan subsidi BBM,” tuturnya.
Dengan kenaikan (harga BBM) ini, kata dia, maka nelayan harus berhenti melaut. Sebab, pengeluaran menjadi lebih besar dari pendapatan. “Kenaikan harga BBM ini tidak membuat harga ikan juga naik,” kritik Nur Azizah. Menurut legislator daerah pemilihan (dapil) Jawa Barat VI tersebut, pemerintah harus memiliki pertimbangan yang matang akan dampak yang ditimbulkan dari harga BBM naik. Terdapat hampir 70 persen subsidi BBM dinikmati oleh orang kaya, sedangkan subsidi LPG sebesar 76 persen justru dinikmati oleh masyarakat mampu. Adapun masyarakat miskin dan rentan yang merasakan subsidi listrik hanya sekitar 26 persen. Hal itu menunjukkan penyaluran subsidi energi tidak tepat sasaran.
Untuk itu, menurutnya pemerintah perlu segera melakukan koreksi Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) agar BBM bersubsidi seperti Solar dan Pertalite hanya dijual kepada masyarakat kurang mampu, pelaku ekonomi kecil dan transportasi umum. “Pemerintah harus segera melakukan tindakan. Dengan berkurangnya volume BBM bersubsidi namun tepat sasaran, maka BBM bersubsidi tersebut tidak perlu dinaikkan harga jualnya,” papar Nur Azizah.
Nur Azizah menjelaskan, saat ini banyak beredar isu penyelundupan BBM bersubsidi beberapa waktu lalu di Jawa Tengah, Polri baru saja me ringkus penimbun sekaligus pengoplos puluhan ton BBM bersubsidi. Hal itu menimbulkan potensi kerugian negara yang juga tidak sedikit, bahkan ditaksir hingga Rp 11 miliar. “Penangkapan yang dilakukan Polri ini menjadi bukti adanya penyelundupan BBM,” tandas Nur Azizah. (jp)

Related Articles

Back to top button