Uncategorized

Perajin Batik Karawang Bermodal Cekak

LEMAHABANG WADAS, RAKA – Setiap tanggal 2 Oktober diperingati sebagai hari batik nasional. Hal itu tertuang dalam Keputusan Presiden (Kepres) Nomor 33 tahun 2009. Ragam motif dan corak identitas fashion Indonesia itu, juga memacu semangat para pembatik Karawang merealisasikan motif-motif kearifan lokal kota Pangkal Perjuangan. Seperti batik motif kawista, bambu, jambu mutiara hingga banjet. Sayangnya, perhatian permodalan bagi para pembatik di Karawang masih belum optimal, sampai membuat perajinnya mandek mewujudkannya dalam skala besar.

Udin Supriyatna, perajin batik asal Dusun Telar, Desa Waringinkarya, Kecamatan Lemahabang, mengatakan, ragam latihan sudah diikuti dan digelutinya bersama para perajin batik lainnya dari Purwasari maupun wilayah Karawang kota di Bandung. Namun tetap tidak berkembang karena keterbatasan modal. “Ya motif banyak yang sudah kita cetak, tapi ya itu, kurang modal,” ungkapnya kepada Radar Karawang.

Ia melanjutkan, dirinya selalu diminta untuk memotif batik yang menjadi identitas masyarakat Karawang. Karena selain padi yang sudah menyebar jadi pakaian khas para ASN dan pegawai pemerintahan lainnya, motif lain yang belum direalisasikan adalah motif buah kawista, buah Jambu kristal, dan motif bambu. Sementara di bidang keseniannya, adalah ronggeng atau banjet. “Sampel sudah ada di rumah, namun baru sebatas membuat motif tapi belum sampai pada realisasi menusukkannya lantaran ketiadaan modal. Walaupun para perajin ini jadi binaan Dinas Koperasi dan UKM,” tuturnya.

Alhasil, dirinya hanya bisa membuatkan pakaian batik bagi yang meminta saja. Karena soal hak paten, masih dalam proses para pejabat pemerintah yang mengurus. Karena batik kawista dan anyaman bambu yang diproduksinya, sudah dipakai beberapa komunitas-komunitas. Salah satunya, adalah anggota DPRD Karawang, Mulya Syafari. Dan dirinya juga terbuka jika ada komunitas atau juga individu yang ingin memesannya, karena motif batik yang ditulis secara manual tradisional ini, dijaminnya masih kaya akan nilai seni. “Kita ya masih manual membuatnya. Bahkan banyak mahasiswa dan juga anak-anak pelajar yang sengaja datang untuk belajar membatik ke rumah saya,” katanya.

Sementara itu, penyelia tanaman kawista, Wawan Syarief mengapresiasi para perajin yang sudah membuat batik motif Kawista. Sebab, buah khas Karawang itu adalah kawista. Jikapun sulit rasanya dijadikan ikon oleh Pemkab Karawang, minimal dengan menuangkannya lewat batik, pemerintah daerah semakin mengakui keberadaan kawista di Karawang tergolong khas endemik dan langka di Indonesia. Apalagi batik padi selama ini sudah digunakan para perangkat desa dan ASN. “Orang BUMN konon kabarnya masih enggan menggunakan batik padi Karawang, dan ingin motif lain diantaranya kawista. (rud)

Related Articles

Back to top button